Kasus Blok Mandiodo, Ratusan Massa Minta Kejati Sulawesi Tenggara Segera Periksa Syahbandar Molawe

Oyisultra.com, KENDARI – Ratusan massa yang tergabung dalam Lembaga Pemantau Penegak Hukum (LPPH), Gerakan Muda Pemerhati Tambang (GMPT) serta Gerakan Persatuan Masyarakat Indonesia (GPMI) mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) pada Senin, (4/5/2023).

Ratusan massa tersebut mendesak Kejati Sultra untuk segera memanggil dan memeriksa pihak Syahbandar Molawe atas dugaan keterlibatan dalam kasus tindak pidana korupsi di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam TBK, di Blok Mandiodo Kabupaten Konawe Utara (Konut).

Awaludin Silsila selaku koordinator aksi mengatakan, hari ini massa aksi menggeruduk kantor Kejati dan DPRD Sultra untuk mendukung bagaimana langkah-langkah penegak hukum serta DPRD untuk menindak tegas kepala Syahbandar Molawe.

Lebih lanjut Awaludin menjelaskan, bahwa massa aksi menduga Syahbandar Molawe terlibat korupsi di UBPN PT. Antam Tbk Kabupaten Konawe Utara, yang mana beberapa bulan yang lalu telah ditetapkan beberapa tersangka. Namun sampai hari ini Kepala Syahbandar Molawe belum juga dipanggil ataupun diperiksa.

“Bahkan sampai hari ini, eks Syahbandar yang telah selesai dalam tugasnya itu belum dipanggil dan ditersangkakan terkait pemberian SIB yang itu tidak sesuai dengan mekanisme maupun SOP yang telah diturunkan oleh pemerintah pusat,” jelas Awaludin.

Tuntutan massa aksi yang pertama, tambah dia, meminta agar pemerintah mencopot Kepala Syahbandar Molawe.

“Yang kedua, kami meminta kepada Kejati Sultra untuk segera memanggil dan memeriksa kepala Syahbandar Molawe Kabupaten Konawe Utara,” pungkasnya.

Ditempat yang sama, Salam Sahadia Anggota Komisi III DPRD Sultra mengatakan, persoalan ini memang pernah digambarkan. Sejak tiga bulan terakhir ini kita dipertontonkan nama-nama yang terlibat dalam kasus di Blok Mandiodo.

“Saya ingin sampaikan kepada saudara-saudaraku semua, bahwa masalah ini telah kita sampaikan kepada DPRD RI Komisi VII, kepada ESDM, dan Kementerian Perhubungan dua minggu yang lalu, saat kami melakukan rapat dan membicarakan soal PRPP,” katanya.

Salam Sahadia menyebutkan, PRPP 2022 yang tidak dibayarkan oleh Kementerian kurang lebih Rp 800 Miliar. Yang dibayarkan hanya kurang lebih Rp 366 Miliar, sisanya belum dibayarkan.

“Nah kalau menghitung ini maka munculah persoalan yang anda sampaikan, bahwa pertama kita menghitung data kuota yang diberikan kepada seluruh IUP yang ada di Sulawesi Tenggara itu tidak diberikan. Kami mengapresiasi atas aksi yang dilakukan oleh elemen masyarakat, dan juga sudah melaporkannya ke DPR RI untuk RDP di DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara pada Rabu 6 September 2023 mendatang,” pungkasnya.

Publisher : MAHIDIN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *