Masalah Malnutrisi di Kawasan Pesisir: Iptek dan Riset Kawasan Pesisir

Oleh : Henny Makmur, Mahasiswa Program Magister Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Mandala Waluya Kendari

Oyisultra.com, KENDARI – Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah pangan yang dikonsumsi.

Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh polah asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik. Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional.

Masalah malnutrisi sering luput dari penglihatan atau pengamatan biasa dan seringkali tidak cepat ditanggulangi, padahal dapat memunculkan masalah besar. Secara perlahan kekurangan gizi akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi dan tentunya akan semakin sulit keluar dari lingkaran kemiskinan.

Fenomena kemiskinan terpotret dalam berbagai komunitas marginal yang ada di masyarakat, salah satunya adalah komunitas nelayan yang merupakan fenomena sosial yang sampai saat ini masih merupakan tema yang sangat menarik untuk di diskusikan. Membicarakan nelayan hampir pasti isu yang selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun politik.

Nelayan sering disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat miskin subsisten (the poornest of the poor) dan merupakan salah satu bagian dari anggota masyarakat yang mempunyai tingkat kesejahteraan paling rendah. Selain itu isu anak-anak nelayan pun tidak kalah krusialnya, baik yang bekaitan dengan keterbelakangan pendidikan, putus sekolah maupun dengan pemenuhan gizi. Kita ketahui bahwa gizi merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan setiap anak, semakin baik pemenuhan gizi sesorang semakin baik juga perkembangan baik secara fisik, mental maupun intelegensianya.

Kawasan pesisir memiliki sumberdaya yang banyak mengandung gizi terutama protein, misalnya ikan, rumput laut dan hasil laut lainnya. Besarnya potensi tersebut sangat ironis jika dibandingkan dengan tingginya jumlah penderita gizi buruk dan gizi kurang di wilayah lokasi.

Faktor Penyebab Kondisi Malnutrisi

Faktor langsung mempengaruhi status gizi adalah asupan berbagai makanan dan penyakit. Kedua faktor ini yang langsung kontak dengan tubuh manusia. Apabila kedua faktor ini tidak mendapat perhatian yang baik maka akan berdampak buruk pada status gizi seseorang.

a) Pengetahuan dan Pemahaman

Keluarga Nelayan tentang Gizi
Mayoritas tingkat pendidikan keluarga nelayan rendah, mereka rata-rata adalah lulusan SD dan SMP bahkan banyak juga di antara mereka yang putus sekolah pada tingkat SD dan SMP. Dengan kondisi pendidikan yang rendah, pemahaman mereka tentang pola makan yang baik dan gizi seimbang juga sangat minim.

b) Asupan Berbagai Makanan

Makanan yang dikonsumsi oleh keluarga nelayan setiap harinya sangat terbatas disesuaikan dengan pendapatan dan kebiasaan mereka. Sebagian besar mereka tidak mempertimbangkan kandungan gizi dalam makanan yang mereka konsumsi. Prinsip mereka adalah makanan yang mengenyangkan perut agar mereka bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Padahal kita ketahui bahwa keadaan gizi seseorang terjadi karena seimbangnya jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (required) oleh tubuh. Faktor ini juga erat kaitannya dengan pengetahuan atau pemahaman keluarga dalam menentukan pola makan bagi anak dan keluarganya.

c) Penyakit

Penyakit merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya malnutrisi. Tetapi sebenarnya terdapat hubungan timbal balik di antara keduanya. Asupan gizi yang tidak seimbang berpotensi menyebabkan seseorang terganggu kesehatanya, namun penyakit yang diderita juga bisa menyebabkan seseorang mengalami malnutrisi. Gizi yang tidak optimal berkaitan dengan kesehatan yang buruk. Gizi yang tidak baik adalah faktor risiko PTM, seperti penyakit kardiovaskular (penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi dan stroke), diabetes serta kanker yang merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Lebih separuh dari semua kematian di Indonesia merupakan akibat PTM.

d) Layanan Kesehatan

Pusat layanan kesehatan berpusat di puskesmas setempat yang membawahi empat kelurahan. Di sana terdapat satu ahli gizi yang melayani seluruh pasien yang mengalami masalah dengan status gizi. Program yang mereka bentuk sudah cukup baik dengan permintaan pemeriksaan rutin ke puskesmas dan pemberian makanan tambahan, hanya saja karena lokasi cukup jauh dari rumah para keluarga nelayan yang memiliki anak dengan gizi salah, sehingga sulit bagi mereka untuk menjangkau. Mereka harus menggunakan ojek karena apabila diakses dengan berjalan kaki terlalu beresiko. Debu di sepanjang jalan cukup banyak dengan kondisi jalan yang rusak menjadikan mereka malas untuk mengontrolkan anaknya.

Hal-hal semacam di atas manjadikan proses pemulihan dari gizi salah menjadi lambat dan sulit berhasil karena hal ini bertujuan untuk perubahan perilaku mereka, namun mereka tidak mendapatkan layanan kesehatan yang baik; akses pada pelayanan kesehatan tidak mudah.

Masalah malnutrisi anak balita dalam keluarga nelayan di wilayah pesisir Serang menjadi sulit diputus bahkan tingkat penderitanya dari waktu ke waktu bertambah dikarenakan berbagai faktor, baik yang langsung maupun tidak langsung, diantaranya adalah mayoritas mereka berpendidikan rendah serta pengetahuan terkait gizi minim sehingga mempengaruhi pola pikir dan perilaku mereka.

Kesadaran akan pemenuhan gizi bagi balita masih sangat kurang, karena mereka masih beorientasi pada sesuatu yang mengenyangkan, bukan komposisi atau unsur yang terkandung dalam makanan sehingga jajanan masih tetap dianggap sebagai salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan makan anak yang ideal padahal banyak mengandung pengawet dan zat yang berbahaya lainnya.

Selain itu faktor ekonomi keluarga nelayan yang memliki anak malnutrisi (keluarga miskin) sehingga selain sulit memenuhi kebutuhan makan harian keluarga, mereka juga seringkali harus berhutang kepada pemilik kapal atau rentenir atau para istri nelayan turut membantu suaminya menjadi buru cuci apalagi pada saat cuaca ekstrim.

Kemenkes menjelaskan, upaya Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dilakukan melalui 8 kegiatan lintas Kementerian/Lembaga yang tertuang dalam Kepres No.X/2011. Sementara itu, upaya yang dilakukan di bidang kesehatan adalah meningkatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya bagi masyarakat nelayan.

Kegiatan Puskesmas diarahkan pada upaya-upaya kesehatan promotif-preventif dengan focal point keselamatan kerja dan disertai berbagai upaya lain yang mencakup: Perbaikan gizi; Perbaikan sanitasi dasar dan penyediaan air bersih; Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA); Penanggulangan penyakit menular dan tidak menular, dan Pemberdayaan masyarakat.

Teknologi Pangan Untuk Malnutrisi/Stunting

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengenalkan makanan kaya nutrisi bernama Purula yang kaya serat, vitamin, dan mineral. Memodifikasi pangan lokal menjadi strategi efektif upaya pencegahan malnutrisi. Hal ini terungkap dalam webinar “Riset Teknologi Pangan untuk Mencegah Malnutrisi/stunting” yang diadakan Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi (OR PPT) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Rabu (19/1/2022).

Menurut Noer Laily, periset Pusat Teknologi Agroindustri (PTA) yang menjadi pembicara pada webinar, saat ini Indonesia mengalami triple burden malnutrition. Yaitu suatu kondisi bukan hanya soal kekurangan gizi, tapi juga kelebihan, dan ketidakseimbangan asupan gizi.

Dalam paparannya, Laily menjabarkan soal masalah gizi masyarakat. Pertama, kekurangan gizi di mana 1 dari 10 balita kurus dan 2–3 dari 10 balita pendek. Kedua, kelebihan gizi di mana 2–3 dari 10 orang dewasa mengalami masalah kegemukan. Ketiga, kekurangan gizi mikro di mana 2–3 persen remaja putri mengalami anemia. Hal yang sama terjadi pada 48,9 persen ibu hamil dan 22 juta anak-anak. “Status gizi masyarakat membaik, namun stunting dan anemia tinggi. Ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronis (KEK) dan anemia juga masih tinggi,” kata Laily.

Ia menjelaskan bagaimana permasalahan gizi saat ibu hamil dan melahirkan menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting. Menurutnya, semakin muda usia ibu saat hamil dan melahirkan, semakin besar kemungkinannya untuk melahirkan anak dengan kondisi stunting. Selanjutnya, ibu dengan kondisi anemia dan indeks massa tubuh rendah dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan perkembangan bayi, termasuk kecerdasannya.

Salah satu penyebab anemia atau kekurangan sel darah merah adalah kurangnya mikronutrien yang dapat membantu pembentukan sel darah merah, terutama zat besi. Keseimbangan zat besi dalam tubuh dikontrol melalui penyerapan. Karena 90 persen kebutuhan zat besi di dalam tubuh berasal dari luar, akibatnya terjadi banyak kehilangan zat besi saat menstruasi, kehamilan, melahirkan, dan pertumbuhan (bayi, anak dan remaja).

Untuk itu diperlukan penambahan zat besi dari asupan makanan. Dalam kesempatan tersebut, Laily mengenalkan hasil risetnya berupa peptida unggul rumput laut atau Purula. Bentuknya berupa flakes tabur atau lembaran tipis di mana rasanya selain enak, juga difortifikasi dengan zat-zat gizi untuk meningkatkan asupan zat besi.

Purula mengandung biopeptida dari hidrolisat kedelai dengan berat molekul kurang dari 20 kilodalton (kd) menggunakan teknologi termal. Biopeptida ini meningkatkan penyerapan zat gizi dan rumput laut yang kaya akan mikronutrien, serat, dan memiliki citarasa khas. Selain kandungan alaminya, Purula difortifikasi dengan 10 vitamin dan 2 mineral.

Publisher : FITRI F. NINGRUM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *