Kendari Banjir, Apa Saja Sih yang Diperbuat Andap Budhi dan Ali Mazi?

Oyisultra.com, KENDARI – Kota Kendari dalam beberapa hari terakhir ini senantiasa diguyur hujan deras dengan intensitas curah hujan yang tinggi dengan durasi yang cukup lama. Sampai hari ini Rabu 13 Maret 2024 hujan masih mengguyur Kota Kendari. Seperti yang diketahui Kota Kendari adalah salah satu kota di Sulawesi Tenggara yang sangat mudah dilanda banjir. Hal ini terbukti dengan banyaknya genangan air pada jalan raya di sudut-sudut kota Kendari pasca hujan (ini untuk intensitas hujan yang cukup rendah dan durasi hujan yang relatif singkat).

Intensitas hujan yang tinggi dan berlangsung dengan durasi yang cukup lama pada seminggu terakhir ini menyebabkan banjir bandang pada beberapa titik di dalam kota Kendari dan berdampak pada rusaknya fasilitas umum dan fasilitas kesehatan serta rumah-rumah masyarakat di wilayah Kendari Barat. Rabu (6/3) malam kembali terjadi hujan deras yang cukup lama yang menyebabkan air sungai meluap sehingga terjadi banjir bandang sehingga menyerat rumah dan mobil di wilayah Kendari Barat.

Dilansir melalui laman resmi Kendari Info bahwa Rumah Sakit (RS) Santa Anna di Kelurahan Sanua, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (6/3/2024) malam. Lokasi itu terendam banjir setelah wilayah Kota Kendari dilanda hujan deras. Selain RS Santa Anna, sejumlah rumah warga juga ikut terendam banjir. Dari sejumlah video yang diterima Kendariinfo, beberapa warga tampak siaga menyelamatkan barang-barang berharga mereka.

Menelan 2 Korban Nyawa dan Kerugian Materi 715 unit Rumah Terendam

Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BNPB melaporkan pada Kamis 7 Maret 2024, “wilayah terdampak meliputi 11 kelurahan di 6 Kecamatan. Kelurahan Lahundape di Kecamatan Kendari Barat, Kelurahan Korumba di Kecamatan Mandonga, Kelurahan Punggolaka di Kecamatan Puuwatu, Kelurahan Kadia, Bende, Pondambea, Kelurahan Anaiwoi di Kecamatan Kadia, Kelurahan Anawai, Wuawua, Bonggoeya di Kecamatan Wuawua dan kelurahan Anggoeya di Kecamatan Poasia.” Dilansir melalui laman resmi Nawala Media.

“Dampak banjir yang paling parah terjadi di Kelurahan Sodoha, Kecamatan Kendari Barat, dan di daerah Jalan Lasolo,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam rilisnya.

Pasca bencana banjir menyebabkan 715 KK terdampak dan 2 jiwa meninggal dunia. Sedangkan kerugian materil sebanyak 715 unit rumah terendam dan 1 unit kantor lurah terdampak.

Mengapa Terjadi Banjir ?

Ryaas Rasyid (2000), dalam munir (2002) menegaskan bahwa ada lima kemampuan strategis yang harus dikembangkan pemerintah daerah dalam pembangunan di era otonomi :

(1) self-regulating power, kemampuan pemerintah daerah untuk mengatur dan melaksanakan otonomi daerah untuk kepentingan masyarakat;

(2) self-modifying power, kemampuan melakukan penyesuaian terhadap peraturan secara nasional sesuai kondisi daerah;

(3) creating local political support, penyelenggaraan pemerintah daerah dengan legitimasi yang kuat dari rakyat;

(4) managing financial resources, kemampuan mengembangkan pengelolahan sumber-sumber penghasilan keuangan yang memadai untuk pembiayaan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat, dan

(5); developping brain power, kemampuan membangun sumber daya manusia di tingkaat birokrasi dan masyarakat yang kuat dan andal.

Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam pembangunan daerah adalah dimensi spacial, yang dapat diamati adanya ketimpangan. Seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya salah satu strategi yang harus diterapkan dalam pembangunan daerah adalah self-modyfing power, dimana pemerintah daerah dalam membangun harus berorientasi pada kesejateraan rakyat dan kebutuhan masyarakat.

Pada praktiknya dalam lima tahun terakhir ini pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara maupun Pemerintah Kota Kendari tidak mengimplementasikan prinsip ini. Orientasi pembangunannya sebagian besar tidak memerhatikan kebutuhan masyarakat.

Hal ini terbukti dengan banyaknya dijumpai jalan-jalan kota yang status wewenang Pemerintah Kota Kendari maupun status jalan provinsi Sulawesi Tenggara yang segera harus direhabilitasi maupun dilakukan peningkatan jalan juga saluran drainase perkotaan yang sangat miris dan segera butuh normaliasi dan rehabilitasi. Walaupun hal ini sangat jelas dan nampak di mata kita bersama baik bagi orang awam maupun para ahli namun masih belum mengetuk hati nurani dari pucuk pimpinan atau pemegang kekuasaan tertinggi dalam hal ini Gubernur Sulawesi Tenggara maupun Walikota Kendari.

Kepala BPBD Kendari, Fadlil Suparman, mengatakan intensitas hujan tinggi yang terjadi beberapa hari belakangan menjadi penyebab utama banjir. Menurutnya, kondisi itu tidak hanya terjadi di Kota Kendari saja, melainkan di 17 kabupaten dan kota di Sultra.

“Penyebab pertama karena curah hujan dengan intensitas tinggi di beberapa wilayah,” katanya kepada Kendariinfo. Penyebab lain yang membuat 27 kelurahan di depan kecamatan itu terdampak banjir adalah kondisi drainase. Drainase yang tidak mampu menampung air menyebabkan air meluap dan menggenangi rumah warga setiap kali turun hujan.

“Drainase tidak mampu menampung debit air,” bebernya.

Dengan basic Teknik Sipil dan melalui data statistik terukur dengan riset akademis yang kuat, serta observasi secara langsung saya mencoba memaparkan penyebab utama terjadinya banjir di Kota Kendari melalui sudut pandang teknik sipil dalam hal ini bagian keairan.

Kota Kendari adalah ibu kota provinsi Sulawesi Tenggara yang memiliki banyak peran dalam perkembangan dan kemajuan provinsi Sulawesi Tenggara, dalam hal ini dikarenakan sebagai pusat pemerintahan provinsi, pusat kegiatan perekonomian, pendidikan dan lain sebagainya. Dengan peran tersebut menimbulkan pertumbuhan penduduk setiap tahunnya meningkat. Sehingga karenanya hal itu mendorong pembangunan yang begitu masif dalam kurun waktu yang relatif singkat.

Sebagai contoh yang paling mudah dijumpai pada sektor usaha which is pembangunan ruko-ruko yang sangat banyak menutup akses drainase sehingga menyebabkan air tergenang di sepanjang jalan bahkan tidak sedikit ruko-ruko di sektor usaha maupun hunian ini sama sekali tidak memiliki saluran drainase dan saluran pembuangan (sanitasi). Hal ini tentu saja yang membuat genangan air dimana-mana pasca hujan (hujan dengan intensitas yang sedang dalam durasi yang singkat).

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta peraturan pelaksananya. Bangunan yang diperuntukkan untuk usaha perdagangan (bisnis kuliner dan lain sebagainya) tergolong sebagai bangunan gedung yang memiliki fungsi usaha, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c jo. Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Tergolong sebagai bangunan gedung dengan fungsi campuran, misalnya kombinasi fungsi hunian dan fungsi usaha, jika bangunan gedung digunakan sebagai tempat tinggal sekaligus tempat melakukan usaha. Jika dikaitkan dengan peyediaan sanitasi, pada dasarnya pemilik bagunan gedung wajib menyediakan rencana teknis bangunan gedung yang memenuhi standar teknis bangunan gedung yang ditetapkan sesuai dengan fungsinya serta melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan rencana teknis.

Namun pada praktiknya bangunan gedung dalam hal ini ruko-ruko yang ada di Sulawesi Tenggara secara khusus di Kendari sebagian besar tidak mematuhi hal ini. Pertanyaan sederhana “kenapa bisa hal ini tetap terlaksana walaupun menyalahi aturan yang berlaku ?” yah untuk skala orang awam dan di luar teknis pun tau jawabannya. Karena terang saja pemerintah selaku pemegang kekuasaan tertinggi pastinya memberi izin dan atau tidak tegas serta tidak perduli akan dampak dari itu di kemudian hari. Jika saya ingin sederhanakan karena kejar target, kejar fee dan mencari yang instant saja namun tidak mempertimbangkan efek domino dan jangka panjangnya.

Saluran drainase yang ditutup beralih fungsi menjadi trotoar dengan kondisi elevasi yang tidak sesuai standar dan ketentuan teknis sehingga air tidak dapat mengalir ke tempat yang lebih rendah, tepat di depan ruko-ruko di jalan martandu, kecamatan kambu, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Foto: Bangkit Bimantara Untu/dokumentasi pribadi. (12/3/2024)

Selain itu pembangunan perumahan hunian atau yang dikenal dengan istilah perumahan BTN yang begitu masif dan tamak yang dilakukan oleh developer perumahan yang tidak mengimplementasikan kajian analis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan tidak menyediakan ruang terbuka hijau (RTH).

Ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan di area perumahan. Terdapat peraturan untuk pembangunan ruang terbuka hijau di area perumahan. Developer harus menyediakan minimal 30 persen ruang terbuka hijau. Hal ini diatur pada UU NO. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan Perpres Nomor 60 Tahun 2020 tentang Tata Ruang Kawasan Perkotaan.

Lagi dan lagi hal itu diabaikan lagi oleh para pelaku usaha dan diperparah dengan diabaikan langsung oleh pemerintah selaku pemegang kekuasaan tertinggi dengan kesadaran penuh tetap mengizinkan dan menyetui pelanggaran Undang-Undang yang terang di hadapan mata.

Banjir di Kendari, “Apa saja yah yang diperbuat Komjen (Purn) Andap dan Ali Mazi” ?

Jika kita kembali kilas balik dalam lima tahun terakhir orientasi pembangunan di bawah kepemimpinan Ali Mazi-Lukman Abunawas adalah program mercusuar yang punya ciri khas kemegahan dan menelan anggaran yang sangat fantastis. Namun dari segi fungsional boleh saya katakan tidak bermanfaat dan tidak dibutuhkan oleh masyarakat Sulawesi Tenggara!

Beberapa program pembangunan di periode kepemimpinan Ali Mazi – Lukman Abunawas antara lain,

(1) Jalan Kendari-Toronipa yang menelan anggaran triliunan;

(2) Modern Library;

(3) Rumah Sakit Jantung;

(4) Pembangunan Gedung Baru Kantor Gubernur senilai Rp400 Miliar.

Menurut hemat saya Bapak Ali Mazi belum mampu menerapkan prinsip self-regulating power. “yah seyogianya seorang pemimpin yang amanah harus memahami apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya, karena ensesi dari pembangunan itu sendiri adalah outputnya kan bagaimana taraf kehidupan masyarakat meningkat dan tentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bermuara pada kesejateraan masyarakat hal ini sudah tertuang jelas pada UUD 1945.” Sampai detik ini saya berusaha memahami apa sejatinya tujuan dari program-program Mega Proyek ini. Pembangunan Gedung Baru Kantor Gubernur Senilai Rp.400 Miliar ini yang sangat mengecewakan, kenapa demikian karena hal ini tidak urgensi, rawan tindak korupsi dan mencederai kepentingan umum. (yah hal ini saya akan break down diartikel berikutnya yahh).

Tongkat estafet berganti ke Komjen Pol (purn) Andap Budhi Revianto SIK MH

Pj. Gubernur Sulawesi Tenggara Komjen Pol (Purn) Andap Budhi Revianto resmi menjalankan roda pemerintahan di Provinsi Sulawesi Tenggara, setelah melaksanakan serah terima jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2018-2023 Ali Mazi-Lukman Abunawas di Ruang Pola Kantor Gubernur, Jumat (8/9/2023). Sejumlah program kerja pun telah disiapkan untuk dijalankan demi keberlangsungan pembangunan Provinsi Sulawesi Tenggara. (Saharudin/Satrio Giri Marwanto/Gracia Simanjuntak).

Resmi menjalankan roda pemerintahan di Provinsi Sulawesi Tenggara sejumlah program kerja prioritas selama menjabat siap dijalanlan untuk pembangunan dan pemerintahan di Sultra diantaranya :

(1) mengendalikan inflasi daerah;

(2) menurunkan kemiskinan ekstrim dengan target nol persen hingga tahun 2024;

(3) penurunan angka stunting;

(4) percepatan izin investasi;

(5) memastikam APBD dibelanjakan untuk produk-produk buatan dalam negeri;

(6) serta mengoptimalkan potensi daerah pada 17 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara sebagai sumber pendapatan negara. (dilansir melalui laman resmi kantor berita antara)

Izinkan saya berkomentar terkait dengan program-program kerja prioritas Pj. Gubernur Sultra yth. Komjen Pol. (Purn) Andap Budhi Revianto. “Izin bapak, saya sangat tertarik dengan rencana kerja pada point 4 dan 5. Kenapa hal itu menjadi prioritas utama dalam rencana kerja di bawah pemerintahan bapak yah? Yahh… Karena hal itu menarik dan Sulawesi Tenggara kan kekayaan alamnya sekarang sangat menggiurkan seluruh kalangan di Indonesia ini”.

Pada point 4 dikatakan bahwa percepatan izin investasi ini menjadi prioritas dalam pemerintahan Pj. Gubernur Sultra. “Saya beharap bukan menjadi bagian dari prioritas bapak untuk memudahkan investor menambang secara ilegal dan merusak kekayaan alam Sultra dengan tidak memerhatikan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). gak kaya gitu kan pak? Hehehehe”.

Salah satu dari multi kompleksnya penyebab terjadinya banjir, pembukaan lahan untuk menambang tanpa analisis mengenai dampak lingkugan (penambangan ilegal) adalah hal yang pasti menyebabkan daerah RTH diperkecil dan terang menyebabkan Kendari banjir. “Yahh semoga bapak tidak menggunakan kewenangan bapak untuk hal-hal demikian karena kami masyarakat Sultra sangat percaya dengan bapak kok, sangat percayaaa banget pakk…hehehe”

Tidak luput juga bapak dari pengawasan saya mewakili masyarakat Sultra bahwa bapak kembali melanjutkan Program mercusuar Ali Mazi dalam hal ini pembangunan Kantor Gubernur puluhan lantai yang menelan anggaran Rp.400 Miliar itu. “Sekarang pertanyaannya sangat sederhana kenapa bapak tidak batalkan saja program yang tidak bermanfaat itu ? (yah kami masyarakat sultra tidak butuh dan tidak ada manfaat itu kami) dan alihkan ke perbaikan jalan dan normaliasi saluran drainase ?” saya sangat berharap bapak mampu memberikan kami jawaban atas ini pak.

Dan pada akhirnya saya bisa simpulkan ternyata banjir di Kota Kendari juga bersamaan dengan banjir kekecewaan untuk Pj. Gubernur Andap dan Gubernur Ali Mazi. sangat disayangkan bapak belum mampu dan bijaksana menempatkan skala prioritas dalam mengelolah otonomi daerah berdasarkan kebutuhan dan kesejateraan masyarakat (self-regulating power). The last but not least Masyarakat Sultra menanti aksi nyata Pj. Gubernur melawan banjir.

Oleh : Muhammad Bangkit Bimantara Untu, S.T, Alumni S-1 Teknik Sipil (Aktivis Social Media)

Publisher : MAHIDIN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *