Tindaklanjuti Putusan MA, DPRD Konkep RDP Pansus dengan Masyarakat Wawonii dan Integrity Law Firm

Oyisultra.com, KENDARI – Pasca Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 57 P/HUM/2022 terkait Permohonan Keberatan Hak Uji Materil (HUM) Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2021 – 2041 yang dimohonkan oleh 30 orang masyarakat Pulau Wawonii.

Menindaklanjuti hal itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Konkep menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan di D’Blitz Hotel Kendari pada, Minggu 5 Maret 2023.

Pada kesempatan tersebut, DPRD Konkep mengundang ketigapuluh orang tersebut dan kuasa hukumnya, Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm.

Sebelumnya, DPRD Konkep telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) pembahasan revisi Perda RTRW Konkep berdasarkan Keputusan Nomor: 003/DPRD/2023 (Pansus). Hal tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut atas Putusan MA yang mengabulkan seluruh permohonan para Pemohon dan membatalkan ketentuan ruang tambang dalam Perda RTRW Konkep tersebut.

Dalam rapat yang dihadiri oleh Ketua DPRD Konkep, H. Ishak SE, Ketua Pansus Abdul Rahman SE M.Ap dan beberapa anggota serta jajaran lainnya tersebut bermaksud untuk mendengar keterangan dari ketigapuluh orang masyarakat sebagai para pemohon dan kuasa hukumnya, INTEGRITY Law Firm.

“Pasca Putusan MA hingga hari ini, kami sudah melakukan pertemuan dengan kementerian-kementerian terkait, seperti Perhubungan, Kelautan dan Perikanan, serta ATR/BPN untuk menindaklanjuti perintah putusan merevisi Perda RTRW Konkep. Senin, 6 Maret 2023 telah melakukan RDP kembali dengan pihak Pemerintah Konkep dan Bappeda. Atas masukan dari berbagai pihak, kami merasa perlu untuk mengundang masyarakat dan kuasa hukumnya untuk mendengar keterangan dari sudut pandang pemohon,” ungkap H. Ishak selaku Ketua DPRD Konkep periode 2019-2024.

Politisi Partai Demokrat tersebut menambahkan, bahwa sejatinya DPRD Konkep telah menyimpulkan terkait ruang tambang dalam Perda RTRW Konkep, sudah sangat jelas dan tidak perlu lagi ada yang dipersoalkan mengingat tidak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan terhadap Putusan MA tersebut. Pihaknya akan segera melakukan revisi sesuai amanat petitum Putusan MA.

Dalam putusan yang diucapkan pada tanggal 22 Desember 2022 tersebut, Mahkamah Agung menyatakan Pasal 24 huruf d, Pasal 28 ayat (1), dan Pasal 36 huruf c bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K).

Pada dasarnya, langkah hukum yang telah dilakukan oleh masyarakat melalui INTEGRITY Law Firm, khususnya Permohonan HUM Perda RTRW Konkep adalah untuk meneguhkan kembali niat para tokoh pemekaran Kabupaten Konawe Kepulauan untuk memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi masyarakat Pulau Wawonii, namun tidak melalui tambang yang merusak lingkungan.

Harimuddin, selaku salah satu Kuasa Hukum masyarakat yang juga putra daerah asal Buton Selatan menerangkan, tidak hanya Perda RTRW Konkep saja yang ia nilai bermasalah dan melanggar aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis dalam pembentukannya, sehingga dimohonkan diuji ke Mahkamah Agung, melainkan izin-izin milik PT GKP.

Hal tersebut, menurutnya, terungkap pasca gugatan masyarakat yang juga diajukan oleh ketigapuluh orang tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari dengan nomor perkara 67/G/LH/2022/PTUN.Kdi dikabulkan.

Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim PTUN Kendari menyatakan penerbitan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) milik PT GKP yang diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Sulawesi Tenggara pada 31 Desember 2019 banyak menabrak aturan hukum. Selain itu, banyak juga kejanggalan yang ditemukan selama persidangan berlangsung.

“Mungkin tidak disadari, saat proses pembuktian dalam persidangan di PTUN Kendari, PT GKP membongkar aibnya sendiri, yakni tidak memiliki AMDAL, IPPKH yang telah batal dengan sendirinya pada tahun 2016, dan Izin Lingkungan yang baru terbit pada tahun 2021. Jika diibaratkan penyakit, PT GKP ini sudah komplikasi,” terang mantan Staf Khusus Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Illegal (Satgas 115) Kementerian Kelautan dan Perikanan ini.

Dalam forum yang sama, salah satu prinsipal dalam perjuangan masyarakat Wawonii, Sahidin SE menambahkan, Majelis Hakim PTUN Kendari menyatakan dalam pertimbangan hukum putusannya PT GKP hanya menghadirkan kerangka acuan Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) tanpa adanya keseluruhan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Perlu diketahui, ANDAL hanyalah salah satu bagian dari AMDAL. Dokumen AMDAL tersebut merupakan bagian penting untuk terbitnya izin-izin selanjutnya.

“Salah satunya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) milik PT GKP yang terbit secara ajaib pada tahun 2014 melalui Keputusan Menteri Kehutanan. Menariknya, dalam Diktum Ketigabelas IPPKH tersebut diatur daluarsa selama 2 tahun apabila tidak dilakukan kegiatan nyata di lapangan, maka IPPKH tersebut batal dengan sendirinya. Faktanya, PT GKP sendiri mengakui dalam Berita Acara Pemeriksaan Ombudsman Republik Indonesia Tahun 2020 dan bukti yang pihaknya hadirkan dalam persidangan di PTUN Kendari bahwa PT GKP baru memulai kegiatan pertambangan pada tahun 2020,” pungkas mantan anggota DPRD Konkep periode 2014-2019 ini.

Sahidin menambahkan, jika dikategorikan PT GKP ini diduga kuat telah melakukan tindak pidana pemanfaatan pulau kecil yang melanggar UU PWP3K, tindak pidana lingkungan hidup yang melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009, dan tindak pidana kehutanan yang melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999 serta UU Nomor 18 Tahun 2013.

Semakin petang, semakin memanas diskusi yang terjadi dalam RDP tersebut. Masyarakat tidak hanya tinggal diam saja. Terlihat belasan orang mengacungkan tangannya meminta izin kepada Ketua Pansus yang memipin rapat untuk diberi waktu bicara. Salah satunya datang dari warga Wawonii Timur Laut yang tidak masuk ke dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT GKP.

“Sejak awal memang saya menilai RTRW Konkep bermasalah dan terbukti oleh Putusan MA. Banyak percakapan di ruang media sosial, ada lagi gerakan-gerakan yang katanya akan membuka ruang tambang di Pulau Wawonii. Hal ini harus segera ditangani dan DPRD Konkep harus segera bertindak,” sahutnya.

Tanggapan lain hadir dari Tahir, warga Mosolo Raya, yang menyampaikan saat ini PT GKP terus melakukan penambangan bahkan hingga malam hari.

“Sebelum Putusan MA dan Putusan PTUN Kendari hadir, aktivitas penambangan tidak begitu gencar seperti saat ini. Banyak kebun-kebun cengkeh yang sudah digusur. Dirinya meminta sikap tegas DPRD Konkep untuk segera melakukan tindakan nyata, jangan hanya menunda-nunda terus,” pintanya dengan semangat.

Kemudian kesempatan diberikan kepada Sulaeman dan Agung dari perwakian mahasiswa di Kendari. Keduanya menyampaikan sejak Putusan PTUN Kendari keluar dan mengabulkan gugatan masyarakat, PT GKP terus mendatangkan alat berat masuk ke Pulau Wawonii.

“Jika DPRD Konkep terus menerus lambat dalam bergerak dan membuat keputusan, atau menunggu putusan PTUN Kendari in kracht terlebih dahulu di Mahkamah Agung, Pulau Wawonii akan berubah menjadi lubang tambang sebelum izinnya dicabut,” tandasnya.

Agung meminta ketegasan dari DPRD Konkep dan langkah nyata kapan kiranya keputusan Pansus keluar.

“Persoalan PT GKP ini sudah jelas sebagaimana telah dijelaskan oleh INTEGRITY Law Firm. Izin-izin PT GKP bertentangan dengan hukum, bahkan pidana. Masyarakat hanya ingin kepastian kapan DPRD Konkep akan mengeluarkan keputusannya untuk mencabut izin tambang PT GKP,” tanya nya.

Setelah mendengar berbagai pandangan dan masukan, khususnya dari INTEGRITY Law Firm, Ketua Pansus DPRD Konkep menyampaikan pihaknya sudah mendengar seluruh masukan dan aspirasi dari peserta RDP yang hadir. Sebelum ditutup, ia menyampaikan Pansus menemui kendala saat ke Jakarta sebelumnya selama 1 minggu untuk audiensi dengan kementerian-kementerian.

“Surat-surat permohonan audiensi yang sudah kami sampaikan sebelumnya justru baru diterima saat kami sudah didepan pintu. Kami sempat berdebat juga. Hal tersebut yang menjadi kendala kami. Maka kami mohon perhatian dan kesabarannya dari masyarakat karena kami pun bekerja keras untuk itu,” responnya.

Pansus DPRD Konkep akan segera mengeluarkan rekomendasi setelah selesai RDP dengan pihak pemerintah daerah Konkep dan berkunjung ke Kementerian ESDM, dalam hal ini Ditjen Minerba. Selain itu, Pansus DPRD Konkep akan tetap berkomunikasi dengan pihak kuasa hukum masyarakat, dalam hal ini INTEGRITY Law Firm, terkait tindak lanjut Putusan MA dan penyelesaian sengketa antara masyarakat dengan PT GKP.

REDAKSI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *