Putusan Menunda Pemilu, LMN: Bersifat “Non Executable”

Oyisultra.com, KENDARI – Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 2 Maret 2023 dengan mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang dilayangkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 8 Desember 2022 dengan menunda pelaksanaan sisa tahapan Pemilu 2024 melanggar kompetensi absolut sebuah peradilan.

Hal ini diungkapkan oleh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra), La Ode Muhram Naadu (LMN) SH MH kepada media ini, Senin (6/3/2023).

Menurut Muhram, patut dicermati bahwa gugatan yang dilakukan oleh Partai Prima adalah perihal perbuatan melawan hukum yang berarti bidang hukum perdata. Karakteristik putusan perdata itu hanya berlaku untuk para pihak yang berperkara saja.

“Ranah privat. Kesesatan pikir yang terjadi adalah menghasilkan amar putusan yang menyentuh ranah publik yakni perosalan menunda pemilu,” kata Muhram.

Lebih jauh, pakar hukum Sultra ini menjelaskan, bahwa dalam Undang-Undang (UU) Pemilu telah expressive verbis diatur dalam Pasal 431 sampai Pasal 433 bahwa pemilu hanya bisa ditunda karena adanya kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan tahapan Penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan.

“Tentu saja berhadapan dengan norma ini, sifat putusan aquo akan menjadi non executable atau tidak dapat dilaksanakan,” jelas Muhram.

Secara substansi, lanjut Muhram, gugatan ini sebenarnya lebih cocok pada sengketa proses. Pasal 466 sampai Pasal 471 UU Pemilu secara limitatif memberikan atribusi bahwa yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus adalah Bawaslu RI, dan hanya dapat diajukan upaya hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Jadi, tambah Muhram, PN Jakarta Pusat yang memutus perkara ini melanggar kompetensi absolut sebuah peradilan. Sebuah proses peradilan sudah ditentukan substansi permasalahannya. Dalam menerapkan hukum ada hukumnya.

“Meskipun gugatannya adalah keperdataan dan menjadi kompetensi absolutnya, seharusnya putusannya tetap fokus ke bidang keperdataan. Putusannya tidak boleh berlaku umum (erga omnes) sebagaimana suatu putusan tata negara dalam hal pemilu. Putusannya patut fokus pada hak keperdataan penggugat dan tergugat,” pungkasnya.

Publisher : MAHIDIN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *