Tak Dihadiri Pimpinan OPD, RDP Dugaan Kerugian Negara Renovasi Stadion Lakidende di Skorsing

Oyisultra.com, KENDARI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) lintas Komisi. RDP tersebut menindaklanjuti aspirasi dari Front Mahasiswa Anti Korupsi (Formasi) Sultra, terkait indikasi kerugian negara terhadap renovasi Stadion Lakidende, Rabu (7/6/2023).

Ketua Formasi Sultra, Bram Barakati mengungkap, bahwa renovasi Stadion Lakidende tersebut terindikasi menyebabkan kerugian negara hingga Rp 42 Miliar.

Yang mana, kata Bram, pengerjaan Stadion Lakidende mulai dianggarkan tahun 2021 dengan rincian, anggaran feasibility study (FS) Rp 299 juta, pengawasan pembangunan stadion Rp 374 miliar, dan anggaran pembanguan stadion Rp 27 miliar, kemudian tahun 2022 kembali dianggarkan Rp 15 miliar.

Hal ini, lanjut Bram, sangat janggal. Sebab, status lahan lapangan Stadion Lakidende bukan lagi hak pemerintah provinsi (Pemprov) Sultra berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) RI Nomor : 1439/Pdt/2019 tertanggal 24 Juni 2019.

Anehnya, sambung dia, Pemprov Sultra justru mengabaikan putusan MA RI tersebut. Dalam feasibility study pembangunan Stadion Lakidende terindikasi kuat mengabaikan putusan MA, yang sejatinya merupakan bagian data sekunder yang faktual serta berkekuatan hukum tetap. Hal tersebut dikuatkan munculnya anggaran pembangunan fisik serta pengawasan pembangunan gedung Stadion Lakindende.

“Berdasarkan tahapan penganggaran kegiatan pembangunan ini juga kami menduga adanya jejanggalan. Sebab, pengalokasian kegiatan feasibility study (FS) berada di tahun anggaran yang sama, dengan pembangunan gedung dan pengawasan,” jelasnya.

Selain itu juga, tambah Bram, jangan sampai status asetnya masih ngambang. Ia juga minta penjelasan dari Bappeda bagaimana kerangka acuan kerja dan berapa ahli yang dilibatkan dalam melaksanakan feasibility study tersebut.

Saat memimpin RDP, Samsul Ibrahim mengatakan bahwa terkait status aset pihaknya akan meminta penjelasan dari Biro Hukum terkait putusan MA tersebut. Apakah sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap) atau masih ada yang dijadikan novum baru atau PK terhadap putusan itu.

“Kalau memang ini sudah inkrach kemudian kita masih dudukan alokasi anggaran disitu tentunya keliru. Tapi pasti juga pihak eksekutif punya argumentasi,” katanya.

Sementara itu, salah satu Anggota DPRD Sultra yang ikut RDP, Abdul Salam Sahadia menjelaskan, bahwa saat itu pandangan DPRD setelah mempertanyakan secara hukum soal status putusan MA keluar tahun 2019 yang menyatakan memenangkan penggugat. Pertama, jawaban eksekutif (Pemprov) adalah sejauh ini sampai tahun 2020 akhir belum ada pencabutan aset.

Kemudian kedua soal ganti rugi, kata Salam, perintah MA adalah bukan ganti rugi tapi memenangkan lahan yang bersangkutan berdasarkan bukti-bukti yang ada. “Dan pemerintah mengupayakan untuk banding karena diduga ada pemalsuan dokumen, dan saat itu alasan kita, mau tidak mau suka dan tidak suka sepanjang itu jadi aset pemerintah maka kita berkewajiban memberikan anggaran untuk perbaikan aset,” katanya.

Dan ketiga, jawaban eksekutif persoalan feasibility study ini tidak diharamkan dianggarkan dalam satu tahunnya. Karena ini masih aset pemerintah maka tetap kita melakukan renovasi dan perbaikan terhadap aset yang dianggap perlu dilakukan pemeliharaan.

“Sehingga muncul lah anggaran permintaan untuk memperbaiki. Permintaan kita silakan ajukan berapa anggaran yang dibutuhkan Stadion Lakidende, baik itu anggaran renovasi maupun anggaran untuk pembangunan baru. Tapi dengan catatan harus ada feasibility study. Karena kita membutuhkan itu maka kita anggarkan FS-nya, kemudian FS ini minimalnya 6 bulan prosesnya sudah bisa digunakan,” imbuhnya.

Proses inilah yang menjadi dasar dari suatu perencanaan pihak Bappeda, apakah kemudian bangunan ini layak di bangun atau tidak. Serta, tambah dia, kenapa dianggarkan sementara FS belum mempunyai rekomendasi bagi DPRD saat itu berpandangan, bahwa ini pembangunan yang berkelanjutan panjang maka di anggarkan sekaligus, dengan catatan tida melanggar FS bahwa 6 bulan setelah itu silakan dilakukan.

“Sehingga DPRD bisa bertanggung jawab soal penganggaran, tapi siapa yang menyelenggarakan ini kami tidak mengetahuinya karena ini di lelang dan dikerjakan oleh pihak ketiga,” pungkasnya.

Sedangkan perwakilan dari Bappeda Sultra mengaku tidak pernah mengerjakan feasibility study infrastruktur.

“Jadi dari dulu sampai sekarang tidak pernah membuat FS untuk pembangunan infrastruktur. Jadi kami hanya bertugas untuk perencanaan pembangunan, baik pembangunan jangka panjang, menengah dan pembangunan jangka pendek. Jadi memang bukan tugas kita untuk membuat FS,” singkatnya.

Untuk diketahui, RDP tersebut belum mendapat kesimpulan. Hal ini disebabkan yang menghadiri RDP dari pihak eksekutif bukan pimpinan OPD terkait, sehingga dilakukan skorsing dan diagendakan ulang dengan mengundang seluruh instansi terkait dengan menyertakan semua dokumen yang berkaitan dengan proyek pengerjaan Stadion Lakidende tersebut, dan dijadwalkan akan dilakasanakan pada 26 Juni 2023 mendatang.

Penulis : MAN
Publisher : FITRI F. NINGRUM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *