Oyisultra.com, BOMBANA – Di tengah bentangan alam Rumbia yang hijau dan subur di Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) hidup sebuah warisan budaya yang sarat makna dan filosofi, Tari Morengku. Tarian ini merupakan salah satu seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Suku Moronene, suku asli yang telah mendiami wilayah tersebut sejak ratusan tahun silam.
Kata “Morengku” berasal dari bahasa Moronene yang berarti “bergandeng tangan” atau “bersatu”. Nama ini bukan tanpa makna, karena inti dari tarian ini adalah kebersamaan dan gotong royong dalam kehidupan sosial masyarakat.
Tari Morengku lahir dari kebiasaan masyarakat Moronene yang selalu melakukan pekerjaan bersama, seperti menanam padi, membuka ladang, atau merayakan panen.
Pada awalnya, Tari Morengku hanya ditampilkan dalam upacara adat dan pesta panen, terutama setelah masa kerja keras di ladang berakhir. Namun, seiring waktu, tarian ini berkembang menjadi simbol persatuan dan kebanggaan Suku Moronene, serta sering dipertunjukkan dalam acara budaya, penyambutan tamu, hingga festival seni daerah.

Tari Morengku menyimpan makna yang mendalam tentang kehidupan. Setiap gerak dalam tarian ini melambangkan semangat kerja sama, persaudaraan, serta rasa syukur kepada Sang Pencipta. Saat para penari bergandeng tangan dan melangkah serempak, mereka seolah menggambarkan prinsip hidup masyarakat Moronene, bahwa segala sesuatu akan lebih ringan jika dilakukan bersama.
Gerakan dalam Tari Morengku terbilang sederhana namun penuh makna. Para penari, baik laki-laki maupun perempuan, menari secara berkelompok sambil berpegangan tangan membentuk lingkaran atau barisan panjang.
Gerakan tangan yang saling menggenggam melambangkan persatuan, sedangkan langkah kaki yang ritmis menunjukkan kerja sama dan kekompakan.
Ciri khas lainnya adalah gerakan menggoyangkan bahu dan kepala dengan lembut, yang diiringi dengan teriakan atau sorakan khas Moronene sebagai ungkapan kegembiraan. Irama tarinya cenderung dinamis, mencerminkan suasana suka cita setelah masa panen atau penyelesaian suatu pekerjaan besar.
Busana penari Morengku mencerminkan identitas budaya Moronene yang sederhana namun berkarakter kuat. Penari laki-laki biasanya mengenakan baju adat berwarna gelap lengkap dengan ikat kepala (kalosara) sebagai simbol kehormatan dan keberanian.

Sementara penari perempuan mengenakan kain sarung tenun khas Moronene dengan warna-warna cerah seperti merah, kuning, dan hijau, yang melambangkan kemakmuran dan kehidupan.
Tari Morengku diiringi oleh alat musik tradisional Moronene seperti gendang, gong, dan seruling bambu. Irama musiknya berulang dan bertempo sedang, mengikuti pola gerakan para penari yang harmonis.
Dalam beberapa pertunjukan, terdapat pula nyanyian rakyat (pantun atau syair adat) yang dinyanyikan bersama sebagai pengiring tarian.
Lirik-liriknya berisi doa dan harapan agar masyarakat diberi keselamatan, hasil panen melimpah, serta hidup dalam kebersamaan.









