Dinamika Tambang di Pulau Kecil, PERMATA Indonesia: Regulasi yang Kabur, Investasi Terancam

Oyisultra.com, JAKARTA – Ketidakpastian hukum kembali menghantui dunia pertambangan Indonesia, terutama di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Perhimpunan Mahasiswa Pertambangan Indonesia (PERMATA Indonesia) menilai regulasi yang tidak jelas ibarat “jebakan batman” bagi para investor.

“Bagaimana mungkin pemerintah mengeluarkan izin usaha pertambangan (IUP), tapi di sisi lain, operasinya terancam dihentikan secara tiba-tiba hanya karena tafsir regulasi yang berbeda-beda? Situasi seperti ini jelas merugikan dunia usaha dan menciptakan ketidakpastian investasi,” terang Sekretaris Jenderal PERMATA Indonesia, Ahmad Sagito dalam rilis persnya, Jumat (3/10/2025).

Masalah regulasi ini muncul akibat perbedaan tafsir antara Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K).

Ahli Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Dr Aan Eko Widiarto SH M.Hum, menilai aturan tersebut sebenarnya tidak melarang mutlak pertambangan di pulau kecil, tetapi bersyarat.

“Larangan itu bersifat kondisional, bukan mutlak. Artinya, penambangan boleh dilakukan dengan syarat tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan tidak merugikan masyarakat sekitar,” jelas Dr Aan.

Senada, Juru Bicara Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia Wilayah Sulawesi Tenggara (Perhapi Sultra), Ahmad Faisal, juga turut meluruskan persepsi yang salah di soal aturan pertambangan di pulau kecil tersebut.

“Perlu dicermati, bahwa Majelis hakim MK secara tegas menyatakan bahwa tidak ada larangan mutlak terhadap aktivitas pertambangan di pulau kecil. Yang penting adalah kepatuhan terhadap syarat-syarat
lingkungan dan sosial yang berlaku,” tegasnya.

Namun demikian, Faisal tetap mengingatkan bahwa pulau-pulau kecil memiliki kerentanan tinggi terhadap pengaruh eksternal dan kegiatan pembangunan.

Oleh karena itu, regulasi yang ada dirancang untuk menjamin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara proporsional dan berkelanjutan.

Desakan PERMATA Indonesia Terhadap Pemerintah

Melihat fenomena tersebut, Sekretaris Jenderal PERMATA Indonesia, Ahmad Sagito, menegaskan bahwa dalam era modern dengan kemajuan teknologi saat ini, dikotomi antara pembangunan ekonomi dan
keberlanjutan ekologis sudah tidak relevan lagi.

“Kata kunci utama adalah sinergi. Pembangunan harus berjalan beriringan dengan pelestarian lingkungan. Karenanya, perspektif yang mengadu domba kedua aspek tersebut hanya akan menghambat tercapainya solusi holistik, mengingat ekonomi kerap diprioritaskan secara sepihak,” pungkasnya.

Lebih lanjut, dirinya menyatakan bahwa PERMATA Indonesia melalui kajiannya telah mengembangkan suatu model regulasi berbasis kriteria selektif dalam perizinan pertambangan di wilayah pulau kecil, dengan memprioritaskan aspek keberlanjutan dan ketahanan ekosistem. Rumusan model regulasinya di antaranya:

1. Izin hanya bisa diberikan kepada perusahaan yang sehat secara lingkungan dan manajemen.

2. Wajib memiliki website yang dapat diakses publik sebagai bentuk transparansi.

3. Audit lingkungan dan sosial tahunan oleh tim independen.

4. Memiliki kajian lingkungan hidup yang komprehensif.

5. Adanya kajian sosial dan ekonomi yang komprehensif untuk menjamin keberlanjutan dan keadilan bagi masyarakat lokal.

6. Pembatasan wilayah pertambangan di pulau kecil (khususnya, perlindungan ekosistem dan masyarakat berbasis prinsip keberlanjutan)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *