Oyisultra.com, MUNA – Pulau Muna memiliki beragam budaya yang kaya dan tak pernah berhenti membuat terkagum-kagum. Mulai dari alamnya, tradisinya, kehidupan masyarakatnya, hingga banyaknya kerajinan yang memiliki nilai kearifannya tersendiri.
Bagi masyarakat yang ada di Pulau Muna, kerajinan anyaman tidak hanya sekadar barang untuk menghias ruangan, akan tetapi tiap anyaman memiliki fungsi dan latar belakangnya masing-masing. Kekayaan budaya ini juga tersimpan dalam keranjang anyaman “Tomba”.
Kerajinan anyaman keranjang “Tomba” merupakan keranjang yang dipergunakan oleh masyarakat Kabupaten Muna sebagai tempat untuk mengangkat hasil panen seperti Jagung, Umbi-umbian, Buah-buahan dan masih banyak lagi kegunaannya.
Perajin anyaman keranjang “Tomba” dapat dijumpai di seluruh wilayah yang ada di Pulau Muna. Namun sampai saat ini yang masih menekuni kerajinan tangan jenis ini terdapat di Desa Liangkabori, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Salah satu perajin yang ada di Desa Liangkabori, Wa Mesra (19) mengatakan, bahwa bahan baku yang digunakan bukanlah dari Rotan, hal itu dikarenakan sulitnya untuk mendapatkan Rotan, sehingga mereka menggunakan batang kayu “Ko’oe” yang dapat diperoleh di dalam Hutan.
“Bahan baku yang kami gunakan bukan dari Rotan, tapi dari batang kayu yang biasa kami sebut “Ko’oe”, kata Wa Mesra saat ditemui di rumahnya.
Ia menerangkan, untuk kekuatan dan kualitas kayu jenis “Ko’oe” tidak jauh beda dengan Rotan, dalam satu batang kayu “ko’oe” dapat dibelah menjadi tiga bagian, setiap ruas memiliki panjang bisa mencapai dua meter.
Proses awal untuk membuat anyaman keranjang “Tomba” yakni langkah pertama di bentuk pola dasar pada bagian bawah dengan menggunakan 16 ruas batang kayu Ko’oe, untuk bagian pengikatnya menggunakan 10 ruas. kemudian setiap ruas di bentuk secara menyilang sampai berbentuk bulat.
“Setelah anyaman keranjang selesai kemudian hasilnya dijemur sampai benar-benar kering dan batang kayu Ko’oe berubah warna,” terangnya.
Ia juga mengatakan, setelah anyaman keranjang “Tomba” selesai, mereka menjualnya di pasar. Untuk anyaman keranjang perbuahnya di jual dengan harga 10 ribu rupiah untuk ukuran kecil, sedangkan 30 ribu rupiah untuk ukuran yang besar.
“Dalam satu hari kami mampu menghasilkan 6 buah keranjang, setiap keranjang membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam saja untuk proses pembuatan,” pungkasnya. (Adv)
Penulis : ASEP
Publisher : FITRI F. NINGRUM