PK-Sultra Menyoroti Penyaluran BBM Subsidi Pertalite di Buton Utara

Oyisultra.com, BUTON UTARA – Ketua Pilar Keadilan Sulawesi Tenggara (PK-Sultra), Leciz Labanisi menyoroti penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite di Desa Laangke, Wasalabose, dan Kelurahan Lipu Buton Utara (Butur) yang hingga saat ini masih terus menjadi polemik di masyarakat.

Menurut Ketua HMJ Fakultas Hukum Unsultra ini, persoalan penyaluran BBM bersubsidi jenis Pertalite di wilayah itu hingga saat ini masih terus menjadi polemik yang belum usai.

Sementara, kata Leciz, diketahui bersama bahwa subsidi merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam menyediakan barang dan jasa publik yang tujuannya untuk memenuhi kesejahteraan masyarakatnya secara luas.

Termasuk, salah satu sektor yang sampai saat ini mendapatkan subsidi dari pemerintah adalah BBM jenis Pertalite.

Terlepas dari segala dilema pemberlakuannya karena kadang dianggap tidak tepat sasaran. Namun kebijakan tersebut disambut baik oleh masyarakat di Indonesia karena dengan adanya subsidi maka menjadikannya “lebih murah”.

“Akan tetapi, realita yang ada tidak sesuai dengan yang seharusnya. Dimana setiap kali saya dan juga masyarakat lainnya ingin mengisi BBM di Pertamina tersebut, yakni Desa Laangke selalunya di penuhi antrian panjang. Dan yang lebih parah adalah di Desa Wasalabose, dimana bisa dibilang hampir tidak pernah membuka untuk penjualan padahal stok minyak selalu masuk. Kemudian lagi di Kelurahan Lipu yang notabene di khususkan untuk para nelayan, malah diperjualbelikan juga ke masyarakat umum lainnya. Bahkan ada beberapa masyarakat mengeluh, sudah punya Kartu Nelayan tetapi tidak dapat bagian, bahkan ketika pergi mengisi langsung di suruh pulang dengan alasan sudah habis,” jelas Leciz, Jumat (3/11/2023).

Herannya, setelah di cek para pengantri SPBU di Desa Laangke tersebut bukan masyarakat untuk digunakan dalam kesehariannya. Akan tetapi di dominasi oleh orang-orang yang kemudian akan memperjualbelikannya dalam bentuk eceran maupun dalam bentuk jerigen yang telah mendapat jaringan tertentu.

“Pun juga di SPBU di Wasalabose, kebanyakan tutup daripada bukanya. Adapun membuka penjualan jam 8 pagi, satu jam kedepan tepatnya jam 9 sudah habis. Pertanyaan kok dengan waktu sejam BBM jenis pertalite dengan kapasitas 5 Ton bisa cepat habis. Kan janggal,” urainya.

Demikian halnya SPBU di Kelurahan Lipu, setelah melakukan survei dan dari keluhan beberapa masyarakat, penyalurannya tidak lagi tepat sasaran, bahkan dugaan diperjualbelikan kepada masyarakat umum yang nantinya akan di jual kembali/di ecer.

Imbasnya, masyarakat yang ingin menggunakan sehari-hari tidak mendapatkan lagi. Artinya, penyalurannya tidak lagi tepat sasaran.

Dan memang jika masyarakat ingin menjadi sub penyalur dari BBM subsidi tersebut, tentu ada syarat yakni tertuang dalam Peraturan BPH Migas, disitu secara jelas dan rinci disebutkan syarat-syaratnya.

Namun berdasarkan survei, masyarakat tersebut belum ada yang punya izin resmi sehingga bisa dikatakan bahwa yang mereka lakukan adalah ilegal. Tentu hal tersebut sebenarnya tidak akan terjadi jika pihak SPBU Pertamina tidak membiarkan hal tersebut. Bisa di ambil kesimpulan dugaannya adalah adanya kerja sama antara para pihak dan penanggung jawab SPBU Pertamina yang di maksud.

“Di satu sisi ada masyarakat yang menghasilkan keuntungan ekonomi, dan di sisi lain ada masyarakat yang dirugikan karena hanya bisa mendapatkan BBM jenis pertalite di eceran saja, disebabkan stok di SPBU resmi sudah di gasak. Diantara dua hal tersebut kira-kira mana yang diduga melanggar. Mana yang harus diperjuangkan agar nantinya bisa tepat sasaran,” tutup Leciz.

REDAKSI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *