Diduga Lalaikan Hak Pekerja, Unidayan Bakal Digugat ke Pengadilan Hubungan Industrial

Oyisultra.com, BAUBAU – Lembaga Bantuan Hukum Himpunan Advokat Muda Indonesia (LBH HAMI) Sulawesi Tenggara (Sultra) Cabang Kota Baubau angakat bicara terkait sengketa perselisihan hubungan Industrial antara pekerja dan pihak Universitas Dayanu Ikhsanuddin (Unidayan) Kota Baubau, Selasa (26/9/2023).

Unidayan merupakan universitas swasta pertama di Pulau Buton, terletak di Kota Baubau, Kampus ini didirikan pada tahun 1982.

Ketua LBH HAMI Baubau, Adv La Ode Muhammad Wahyu Saputra SH didampingi jajaran menceritakan tentang kronologis kejadian perkara yang tengah ditanganinya mewakili Ahli waris keluarga kliennya.

Menurutya, sejak tahun 1989 almarhum La Ode Asman tertanggal 1 Oktober telah mengabdi dan bekerja sebagai dosen pengajar di Unidayan hingga 2 Mei 2023.

Berbagai jabatan strategis telah dilaksanakan dengan baik oleh almarhum mulai dari Dosen Tetap hingga Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan.

Di tengah duka cita atas kehilangan almarhum La Ode Asman, yang meninggal dunia pada (14/7/23) lalu keluarga yang ditinggalkan merasa pemberian pesangon yang diterima tidak sesuai dengan hak yang seharusnya diterima oleh almarhum.

“Betapa tidak, almarhum La Ode Asman telah bekerja dan mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar selama 32 tahun 8 bulan di Universitas Dayanu Ikhsanuddin hanya diberi pesangon sebesar Rp 26,7 juta diterima pasca 3 bulan almarhum meninggal,” katanya.

Pemberian pesangon tersebut merupakan hasil keputusan rapat senat pihak Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau.

Padahal, lanjutnya, hal tersebut sangat bertentangan dengan Peratutan Pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja.

Secara yuridis, kedudukan antara pengusaha dan pekerja adalah sama. Namun, pada realitanya terdapat ketidaksamaan kedudukan antara pekerja dengan pengusaha sehingga timbul suatu perselisihan hubungan industrial.

“Proses hukum awal yang telah kami tempuh adalah secara bipartit. Perundingan bipartit merupakan perundingan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial,” jelasnya.

Intinya, tambah dia, atas nama klien berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku telah melakukan upaya-upaya hukum awal dengan melakukan Bipartit dua kali. “Namun karena tidak membuahkan hasil sehingga prinsipal kami merasa permasalahan ini harus diselesaikan melalui Tripartit dan/atau di Peradilan Hubungan Industrial (PHI),” ujarnya.

Poin yang dipermasalahkan, yakni tidak didaftarkannya Almarhum La Ode Asman di BPJS ketenagakerjaan selama 32 tahun 8 bulan bekerja, sebagaimana perintah UU ketenagakerjaan bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan penerima kerja di BPJS Ketenagakerjaan.

Selanjutnya, uang pesangon yang diberikan kepada Penerima Kerja tidak berdasarkan ketentuan PP No. 35 tahun 2021 Pasal 56 jo 40 ayat 2 dan 3.

Serta, Almarhum La Ode Asman tidak diberikan Uang Penghargaan Masa Kerja selama bekerja 32 tahun 8 bulan oleh Pemberi Kerja sebagaima yang di atur dalam Pasal 56 jo 40 ayat 3 huruf i PP No. 35 tahun 2021 dengan ancaman pidana jika pengusaha tidak membayarkan PHK terhadap pekerja buruh dimana diatur dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan sebagaimana telah dirubah dalam Undang undang nomor 6 tahun 2023 tentang cipta kerja klaster ketenagakerjaan termuat dalam pasal 88 ayat 1 angka 66 pasal 185 dengan ancaman pidana 1-4 tahun dan denda 100 – 400 juta rupiah.

“Permasalahan ini selanjutnya kami akan bersurat secara resmi ke LLDikti wilayah IX dan Kementerian pendidikan agar melakukan pemeriksaan terhadap Unidayan. Sebab, dari total 300 dosen yang mengajar data yang kami temukan baru 97 orang yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan pertanggal (5/7/23) lalu,” sambungnya.

Ahli waris La Ode Asman, Wa Ode Muslinang Silea menambahkan, bahwa upaya silaturahmi dan berjumpa secara kekeluargaan telah dilakukan secara teratur dengan waktu yang telah disepakati bersama dengan pihak Unidayan.

Namun hingga saat ini, pihaknya merasa telah dizolimi karena tidak mendapatkan itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini ke ranah musyawarah mufakat.

“Sehingga untuk mendapatkan hak, terutama sebagai rasa solidaritas membantu rekan sesama dosen almarhum upaya ini kami tempuh demi mendapatkan keadilan,” pungkasnya.

Penulis : JELITA SRI RAHAYU
Publisher : MAHIDIN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *