Oyisultra.com, KENDARI – Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) tak hanya menyimpan pesona alam yang memikat mata, tetapi juga kekayaan budaya yang menggugah rasa. Di antara ragam suku yang mendiami wilayah ini, Suku Tolaki menjadi salah satu yang paling menonjol dalam menjaga identitas dan nilai-nilai leluhur melalui seni tari.
Hingga kini, tiga tarian tradisionalnya yakni Tari Molulo, Tari Dinggu, dan Tari Umoara masih lestari dan menjadi simbol kehidupan sosial, nilai moral, serta semangat kebersamaan masyarakat Tolaki.
Tari Molulo
Tari Molulo, atau yang lebih dikenal dengan Tari Lulo, menjadi ikon budaya Sultra yang paling populer. Tarian ini mencerminkan semangat persaudaraan dan kebersamaan masyarakat Tolaki.
Biasanya dibawakan secara massal, para penari pria dan wanita dari berbagai kalangan saling berpegangan tangan membentuk lingkaran sambil melangkah ritmis mengikuti alunan musik tradisional.

Tidak ada batasan usia atau status sosial, semua boleh bergabung. Gerakan kaki yang sederhana namun selaras itu menggambarkan keharmonisan hidup, gotong royong, serta semangat persatuan.
Tari Dinggu
Berbeda nuansa, Tari Dinggu menonjolkan kelembutan dan keanggunan perempuan Tolaki. Tarian ini biasanya ditampilkan dalam acara adat atau penyambutan tamu kehormatan. Setiap gerakannya lembut dan sopan, melambangkan kehalusan budi dan ketulusan hati.
Di masa lalu, tarian ini terinspirasi dari kegiatan menumbuk padi bersama, yang menjadi simbol kerja sama dan gotong royong masyarakat. Dengan busana adat berwarna cerah, irama musik tradisional, dan gerakan yang dinamis.

Tari Dinggu menjadi representasi kehidupan sosial yang harmonis. Kini, tarian ini tetap dipertahankan sebagai warisan budaya daerah yang sarat makna dan nilai luhur.
Tari Umoara
Sementara itu, Tari Umoara menghadirkan semangat heroik. Tarian ini menggambarkan keberanian dan kesiapan para pemuda Tolaki dalam menjaga kehormatan serta keamanan kampung.
Dengan gerakan tegas dan ritme cepat, Tari Umoara menampilkan energi juang yang kuat, seringkali dibawakan dalam upacara adat atau perayaan besar yang berkaitan dengan sejarah dan kepahlawanan.
Ketiga tarian ini bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan warisan budaya yang hidup. Di balik setiap gerakan tersimpan pesan moral dan filosofi mendalam persatuan dalam Lulo, kerja sama dalam Dinggu, dan keberanian dalam Umoara. Nilai-nilai inilah yang menjadi jantung budaya Tolaki.
Di tengah arus modernisasi dan gempuran budaya global, masyarakat Tolaki terus berupaya melestarikan tarian-tarian ini. Melalui festival, kegiatan pendidikan budaya, dan pembinaan sanggar seni, generasi muda diajak untuk mencintai serta menjaga warisan leluhur mereka. Dengan begitu, denyut nadi budaya Tolaki akan terus bergetar lembut namun pasti di Bumi Anoa, Provinsi Sulawesi Tenggara.









