Oyisultra.com, WAKATOBI – Setelah hampir 3 (tiga) dekade menghadapi pembatasan ruang tangkap di wilayah perairan tradisional, nelayan lokal di Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) akhirnya meraih titik terang.
Melalui sebuah berita acara kesepakatan, PT Wakatobi Dive Resort (WDR), perusahaan asing yang selama ini mengelola kawasan wisata bawah laut di wilayah tersebut, menyatakan menghentikan sejumlah kebijakan yang selama ini dianggap merugikan nelayan.
Dalam dokumen resmi yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan disaksikan oleh Balai Taman Nasional Wakatobi, aparat Kepolisian, dan TNI, PT WDR menyepakati 4 (empat) poin utama sebagai berikut:
1. Penghentian Total Patroli Laut oleh PT WDR
Aktivitas patroli laut milik PT WDR yang selama ini kerap melakukan pengusiran terhadap nelayan lokal dihentikan sepenuhnya. Penghentian ini berlaku sampai dilakukan sosialisasi resmi kepada masyarakat di seluruh desa terkait batas-batas zonasi Taman Nasional Laut Wakatobi.
2. Pemberhentian Karyawan Pelaku Perusakan Terumbu Karang
Perusahaan juga memberhentikan karyawan yang terlibat dalam aksi perusakan terumbu karang di kawasan konservasi tersebut.
3. Penghentian Larangan Penangkapan oleh Nelayan Lokal
PT WDR tidak lagi melarang nelayan lokal melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ramah lingkungan di zona tangkap tradisional yang menjadi sumber utama mata pencaharian warga Tomia.
4. Penghentian Pembelian Pasir dari Tambang Ilegal
Perusahaan juga berkomitmen untuk menghentikan praktik pembelian pasir laut yang diambil dari tambang ilegal di dalam kawasan konservasi Taman Nasional Laut Wakatobi.
Kuasa Hukum Nelayan Tomia, Dedi Ferianto SH, menyebut kesepakatan ini sebagai kemenangan kecil bagi nelayan yang selama puluhan tahun memperjuangkan hak akses lautnya.
“Ini adalah langkah awal kemenangan masyarakat pesisir atas hak ruang kelola laut mereka yang selama ini dibatasi untuk kepentingan bisnis pariwisata komersial PT WDR,” tegas Dedi Ferianto, Senin (30/6/2025).
Selain itu, Dedi juga menekankan bahwa berita acara kesepakatan tersebut menjadi bukti hukum atas pengakuan pihak perusahaan terhadap tindakan yang berdampak pada kerusakan lingkungan, termasuk perusakan terumbu karang dan eksploitasi pasir laut secara ilegal yang menyebabkan kerusakan ekosistem di kawasan Taman Nasional Laut Wakatobi.
Masyarakat dan tim kuasa hukum mendesak agar aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas untuk melakukan penindakan administratif maupun pidana terhadap PT WDR dan individu karyawannya yang terbukti melakukan perusakan lingkungan. Hal ini dinilai penting untuk memberikan efek jera dan memastikan perlindungan hukum bagi kawasan konservasi serta masyarakat pesisir.
“Penegakan hukum adalah harga mati untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang. Lingkungan kita tidak boleh terus menjadi korban demi kepentingan bisnis sepihak,” pungkas Dedi.