Menjaga Harmoni Lewat Gerak, Tarian Molulo: Warisan Budaya Suku Tolaki

Oyisultra.com, KENDARI – Tarian Molulo yang berasal dari Suku Tolaki provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) adalah sebuah pertunjukan tradisional yang menjadi ciri khas Suku Tolaki, suku mayoritas di wilayah daratan Sultra, khususnya di Kabupaten Konawe Raya dan sekitarnya.

Tarian Molulo dikenal sebagai tarian massal yang sarat akan nilai kebersamaan. Dalam bahasa Tolaki, “Molulo” berarti menari bersama-sama dalam lingkaran. Tarian ini tak membutuhkan penari profesional, karena siapapun bisa ikut serta tua, muda, pria, wanita, bahkan anak-anak.

Gerakannya sederhana namun mengandung makna yang mendalam: saling merangkul, mengikuti irama musik tradisional yang rancak dan energik, sambil berputar membentuk lingkaran.

Budayawan Tolaki Basaula Tamburaka kepada awak media ini, Rabu (5/11/2025) menjelaskan bahwa fungsi Tari Lulo sebagai tari pergaulan sekaligus persahabatan ketika menyambut pejabat, wisatawan lokal maupun mancanegara di bumi Sulawesi Tenggara.

Tarian Molulo pada awalnya digunakan dalam ritual adat dan upacara pernikahan, sebagai simbol kebersamaan antara keluarga mempelai. Namun kini, tarian ini berkembang menjadi hiburan rakyat dalam berbagai acara seperti festival budaya, penyambutan tamu, dan perayaan Hari Kemerdekaan.

”Tarian Molulo itu lebih dari sekadar hiburan. Di dalamnya ada nilai kekeluargaan, kesetaraan, dan toleransi. Semua orang saling terkait dalam lingkaran, artinya kita saling menopang,” jelas Basaula Tamburaka.

Kekuatan utama Molulo adalah kolektivitas. Tidak ada penari utama, tidak ada peran khusus. Semua bergerak selaras, menjadi satu tubuh budaya yang dinamis. Inilah yang membuat Molulo begitu lekat di hati masyarakat, sekaligus menarik perhatian wisatawan yang ingin merasakan langsung semangat kebersamaan khas Tolaki.

Saat ini, Tarian Molulo juga diajarkan di sekolah-sekolah sebagai bagian dari pelestarian budaya lokal. Pemerintah daerah bersama sanggar seni turut aktif menyelenggarakan pelatihan bagi generasi muda agar warisan budaya ini tidak hilang tergerus zaman.

Melalui Tarian Molulo, masyarakat Tolaki menunjukkan bahwa budaya adalah perekat sosial yang kuat. Di tengah perubahan zaman dan modernisasi, semangat gotong royong dan kebersamaan masih bisa dirayakan dengan cara yang sederhana melalui tarian bersama, satu irama, satu gerak, dalam satu lingkaran.

”Tarian dan musik tradisional Sultra bukan sekadar hiburan. Mereka menyimpan nilai sejarah, filosofi hidup, dan tradisi yang harus dilestarikan. Festival ini menjadi momen penting untuk memperkenalkan budaya kami kepada generasi muda dan wisatawan,” ujar Basaula Tamburaka.

Tarian ini juga dijadikan media perekat sosial di masyarakat, karena siapa pun bisa bergabung dan menari bersama dalam satu lingkaran, menciptakan suasana yang hangat dan penuh kegembiraan.

Tarian Molulo memiliki keunikan tersendiri dibandingkan tarian tradisional lainnya. Berbeda dari tarian dengan pola koreografi rumit dan penari profesional, Molulo adalah tarian massal yang bisa diikuti oleh siapa saja anak-anak, orang tua, pria maupun wanita.

Ciri khasnya adalah gerakan sederhana yang dilakukan secara serempak dalam formasi melingkar, diiringi alunan musik tradisional seperti gong dan gendang. Dalam perkembangannya, iringan musik Molulo juga sering dikombinasikan dengan lagu-lagu pop daerah berirama cepat yang membuat suasana semakin meriah.

Tarian Molulo memiliki Filosofi sangat dalam, yaitu menyatukan hati dalam harmoni, merajut kebersamaan tanpa memandang status sosial, usia, atau latar belakang. Inilah yang menjadikan Molulo bukan sekadar hiburan, melainkan juga simbol dari persatuan dan nilai gotong royong masyarakat Tolaki.

Secara historis, Molulo biasa ditampilkan dalam berbagai ritual adat, khususnya saat pernikahan dan penyambutan tamu kehormatan. Lingkaran dalam tarian ini melambangkan hubungan sosial yang tidak terputus dan saling mendukung.

”Dalam pernikahan adat, Molulo menjadi penanda kebahagiaan dan harapan akan kehidupan rumah tangga yang harmonis,” sebut Basaula Tamburaka.

Hingga saat ini, Tarian Molulo tetap eksis dan bahkan menjadi ikon budaya Sultra dalam berbagai festival seni, baik lokal maupun nasional. Pemerintah daerah, sanggar budaya, dan sekolah-sekolah terus menghidupkan tarian ini sebagai bagian dari pelestarian budaya lokal.

Bahkan di ruang-ruang publik, Molulo kerap digelar spontan oleh masyarakat sebagai bentuk ekspresi kegembiraan bersama. Menurut tokoh adat Tolaki, La Ode Iksan, Molulo bukan hanya gerak tubuh, tetapi cermin dari cara hidup orang Tolaki. “Kami tidak hanya menari, tapi kami menyatukan hati dan menjaga ikatan sosial lewat Molulo. Ini adalah warisan yang tak ternilai,” pungkas Basaula Tamburaka kepada awak media ini.

Menurut Iksan, salah satu masyarakat Tolaki yang sempat ditemui awak media ini menjelaskan bahwa, Molulo bukan hanya gerak tubuh, tetapi cermin dari cara hidup orang Tolaki.

“Kami tidak hanya menari, tapi kami menyatukan hati dan menjaga ikatan sosial lewat Molulo. Ini adalah warisan yang tak ternilai,” kata Iksan.

Molulo adalah bukti bahwa tradisi bisa tetap hidup dan relevan, asalkan dijaga dan dicintai. Di tengah arus modernisasi, tarian ini hadir sebagai pengingat bahwa kebersamaan adalah kekuatan utama masyarakat lokal. Tak heran, banyak generasi muda kini bangga mempelajarinya, bukan hanya sebagai seni, tetapi juga sebagai identitas.

Setiap daerah di Indonesia memiliki kekayaan seni yang khas dan unik. Melalui pertunjukan tradisional, nilai-nilai leluhur dapat terus diturunkan dari generasi ke generasi. Misalnya, tarian adat seperti Tari Molulo dari Suku Tolaki, atau Tari Linda dari Muna, tidak hanya menampilkan gerakan estetik, tetapi juga menyampaikan filosofi hidup masyarakat setempat.

Tarian Molulo Suku Tolaki. Foto: Istimewa

Manfaat lain yang tak kalah penting adalah dalam mempererat hubungan sosial antarwarga. Seni pertunjukan tradisional sering melibatkan partisipasi kolektif masyarakat. Saat ada hajatan, ritual adat, atau festival budaya, warga bersama-sama menjadi pemain, penonton, dan pendukung acara. Aktivitas ini membangun rasa gotong royong, kebersamaan, dan solidaritas sosial.

Dari sisi ekonomi dan pariwisata, seni pertunjukan tradisional juga memiliki potensi besar sebagai daya tarik wisata. Banyak daerah di Indonesia menjadikan pertunjukan budaya sebagai agenda rutin yang menarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Festival budaya tidak hanya melestarikan seni, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi lokal, mulai dari pengrajin, seniman, pelaku UMKM, hingga sektor perhotelan.

Tak kalah penting, seni tradisional juga menjadi media ekspresi diri dan kreativitas seniman lokal. Mereka dapat mengolah gerak, bunyi, dan narasi dengan sentuhan modern tanpa meninggalkan akar tradisi. Inilah bentuk transformasi budaya yang sehat, di mana tradisi tidak dibekukan, tetapi dikembangkan sesuai zaman.

Diharapkan seni pertunjukan tradisional, khususnya Tarian Molulo dapat menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap budaya sendiri. Di tengah derasnya budaya asing yang masuk lewat media digital, seni tradisi menjadi pengingat bahwa Indonesia memiliki kekayaan yang tak ternilai.

Melalui pendidikan budaya dan pelibatan anak muda dalam kegiatan seni tradisional, diharapkan bisa membangun generasi yang berakar kuat pada budaya bangsa.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *