Pelanggaran PT SBP Ungkap Krisis Integritas Penegakan Hukum di Sektor Pertambangan

Oyisultra.com, KENDARI – Kasus operasional PT Sumber Bumi Putera (SBP) di Kabupaten Konawe Utara (Konut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang diduga beroperasi tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) membuka lembar baru dalam diskursus serius tentang integritas penegakan hukum di sektor pertambangan Indonesia.

Kejadian ini bukan sekadar soal pelanggaran administratif, melainkan cerminan krisis tata kelola dan akuntabilitas yang harus segera diperbaiki oleh pemerintah.

Pertama, fakta bahwa PT SBP melakukan aktivitas di luar batas izin yang diberikan, bahkan setelah Izin Usaha Pertambangan (IUP) dikabarkan dicabut, menimbulkan tanda tanya besar: seberapa efektif pengawasan dan sanksi yang diterapkan oleh instansi terkait?.

Apakah sanksi yang dijatuhkan benar-benar dirancang untuk menghentikan pelanggaran, atau sekadar “izin berbayar” yang menguntungkan perusahaan?

Kedua, adanya indikasi pembiaran oleh Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulawesi Tenggara memperlihatkan betapa lemahnya koordinasi antarlembaga dalam menjaga kepatuhan terhadap regulasi.

Ketika pejabat dan institusi tidak menunjukkan sikap tegas, bukan tidak mungkin pola pelanggaran ini justru menjadi norma baru yang sulit dihapuskan.

Selanjutnya, kerusakan lingkungan yang diakibatkan penambangan ilegal ini bukan sekadar kehilangan sumber daya alam. Ini adalah ancaman serius bagi ekosistem hutan yang menjadi paru-paru dunia, penyangga kehidupan, dan warisan bagi generasi mendatang. Pemerintah harus menyadari bahwa kerusakan yang terjadi tidak bisa dikompensasi dengan sekadar denda atau sanksi administratif ringan.

Kasus PT SBP juga memperlihatkan bagaimana celah dalam sistem perizinan dan pengawasan dimanfaatkan secara sistematis oleh para pelaku. Taktik berpindah-pindah lokasi untuk menghindari pemeriksaan menandakan modus operandi yang terorganisir, bukan tindakan spontan atau kesalahan administrasi semata.

Dalam konteks ini, tuntutan publik agar pemerintah bertindak transparan dan tegas bukanlah sekadar harapan kosong, melainkan keharusan untuk menyelamatkan masa depan lingkungan dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Jika pemerintah terus membiarkan pelanggaran seperti ini tanpa konsekuensi yang nyata, maka kerusakan lingkungan akan semakin parah dan keadilan akan kehilangan maknanya.

Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah tidak hanya memberikan pernyataan resmi, tetapi juga mengambil langkah konkret: menghentikan operasi PT SBP, mengusut tuntas kemungkinan keterlibatan pihak-pihak terkait dalam pembiaran, dan mereformasi sistem pengawasan agar lebih transparan dan akuntabel.

Krisis yang ditimbulkan oleh kasus PT SBP adalah cermin dari tantangan besar dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Namun, dari krisis ini pula muncul kesempatan bagi pemerintah untuk membuktikan komitmen sejatinya dalam menjaga lingkungan dan menegakkan hukum secara adil dan tegas.

Penulis: Muhammad Ikbal Laribae
(Direktur Eksekutif GMA Sultra)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *