Oyisultra.com, KENDARI – Garda Muda Anoa (GMA) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengungkap dugaan kuat bahwa PT Sumber Bumi Putera (SBP) masih melakukan aktivitas penambangan nikel di kawasan hutan tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), yang merupakan syarat wajib sesuai ketentuan hukum di Indonesia.
Temuan ini merupakan hasil investigasi lapangan dan analisis hukum yang dilakukan GMA. Aktivitas pertambangan tanpa IPPKH, menurut GMA, merupakan pelanggaran Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya Pasal 50 Ayat (3) huruf k.
Direktur Eksekutif GMA Sultra, Ikbal, menilai dalih PT SBP yang mengklaim telah membayar denda keterlanjuran untuk melanjutkan operasi adalah bentuk penyimpangan hukum.
“Klaim PT SBP bahwa mereka bisa terus menambang setelah membayar denda adalah distorsi hukum yang sangat berbahaya. Denda keterlanjuran tidak pernah bisa menggantikan IPPKH. Tanpa IPPKH, aktivitas mereka adalah pelanggaran hukum yang serius dan berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan yang tak terkendali,” tegas Ikbal dalam siaran pers, Senin (1/9/2025).
Ikbal menambahkan, denda keterlanjuran yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 hanya merupakan sanksi administratif atas pelanggaran masa lalu dan tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk melanjutkan aktivitas tambang saat ini.
GMA mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta pemerintah daerah untuk tidak mengeluarkan izin produksi atau kuota kepada perusahaan yang tidak memenuhi syarat hukum dasar seperti IPPKH.
“Tegakkan aturan secara konsisten. KLHK dan pemerintah daerah jangan mengeluarkan izin atau kuota produksi kepada perusahaan yang jelas-jelas tidak memenuhi syarat hukum dasar seperti IPPKH,” ujar Ikbal.
Berdasarkan data yang dimiliki GMA, PT SBP memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 218 hektare sesuai SK 259/DPM-PTSP/III/2018. Dari luasan tersebut, 145,72 hektare merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) berdasarkan SK 465/Menhut-II/2011. Namun, IPPKH yang dimiliki PT SBP hanya mencakup 42,78 hektare sebagaimana tercantum dalam SK 186/1/KLHK/2021.
Fakta di lapangan menunjukkan aktivitas tambang PT SBP justru dilakukan di luar zona IPPKH. Izin resmi hanya mencakup blok 4.5, 6A, dan 6B, sementara kegiatan tambang ditemukan di blok 1, 2, dan 3 yang secara hukum berada di luar area yang diizinkan.
“Izinnya berada di Blok 4.5, 6A, dan 6B. Tapi fakta lapangan lokasi pertambangan di Blok 1, 2, dan 3,” ungkap Ikbal.
GMA menyerukan agar aktivitas tambang PT SBP segera dihentikan dan meminta aparat penegak hukum bersama KLHK melakukan investigasi hukum menyeluruh atas dugaan pelanggaran dan potensi kerugian negara. Organisasi tersebut juga menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini demi penegakan hukum dan perlindungan lingkungan di Sulawesi Tenggara.