Kejari Konawe Selatan Hentikan Kasus Penganiyaan di Moramo Utara Melalui Restoratif Justice

Oyisultra.com, KONAWE SELATAN – Kejaksaan Negeri Konawe Selatan (Kejari Konsel) berhasil melaksanakan upaya penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice (RJ). Proses ini disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPidum) Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui Direktur TP Oharda. Ekspose RJ ini dilakukan secara daring pada Senin, 16 Juli 2024, sekitar pukul 07.00 WITA di Aula Kejari Konsel.

Sebelumnya, upaya perdamaian telah difasilitasi oleh Kejari Konsel dengan mempertemukan korban, tersangka, saksi, dan keluarga dari kedua belah pihak pada Rabu, 3 Juli 2024.

Pertemuan tersebut berlangsung di Rumah RJ Kejari Konsel di Kecamatan Palangga pukul 10.00 WITA. Proses ini dilanjutkan pada pukul 13.00 WITA di Aula Kejari Konsel, yang dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Konawe Selatan Ujang Sutisna SH, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum), jaksa fasilitator, penyidik, korban, tersangka, keluarga tersangka, tokoh masyarakat, dan kepala adat.

Kedua belah pihak sepakat untuk berdamai dan tidak saling menuntut, yang ditandai dengan penandatanganan kesepakatan bersama.

Perkara ini berawal saat Tersangka, Juliadin alias Onda (24) pada Sabtu, 16 Maret 2024 sekitar pukul 19.43 WITA mendatangi rumah korban, Risnawati bersama ibunya Nurtina untuk menagih uang pinjaman sebesar Rp 500.000. Terjadi perdebatan mengenai jumlah uang yang dipinjam, yang berujung pada tindakan kekerasan oleh tersangka terhadap korban.

Berdasarkan Visum Et Repertum yang dikeluarkan pada 17 Maret 2024 oleh dr. Rinda Zelvianingsih dari Puskesmas Lalowaru, korban mengalami luka memar dibeberapa bagian tubuhnya.

Juliadin merupakan anak kelima dari lima bersaudara. Dia hanya menamatkan pendidikan hingga kelas 2 SD karena keterbatasan biaya. Meskipun demikian, Juliadin adalah tulang punggung keluarganya yang bekerja serabutan untuk menghidupi
ibunya yang sedang sakit.

Pada saat kejadian, niat Juliadin adalah menagih uang pinjaman untuk biaya pengobatan ibunya. Sayangnya, dua minggu setelah kejadian, ibu tersangka meninggal dunia, meninggalkan Juliadin sebagai yatim piatu yang kini tinggal sendirian di
rumah ibunya.

Berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor B-4301/E/EJP/9/2020, kasus ini memenuhi syarat untuk
diberlakukannya Restorative Justice.

Syarat-syarat tersebut antara lain:
1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
2. Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi
perbuatannya.
3. Tersangka dan korban sepakat telah melaksanakan perdamaian secara adat.
4. Masyarakat merespons positif upaya perdamaian ini.
5. Tersangka dengan rendah hati meminta maaf kepada korban dan korban menerima
permintaan maaf tersebut.

“Kami sangat mengapresiasi sikap dari kedua belah pihak yang telah sepakat untuk berdamai. Ini adalah contoh bagaimana Restorative Justice bisa menjadi solusi alternatif
dalam penyelesaian perkara pidana, dengan mengedepankan prinsip keadilan restoratif yang berfokus pada pemulihan hubungan baik antara korban dan pelaku. Kami berharap bahwa penyelesaian ini dapat menjadi contoh bagi kasus-kasus lain di masa depan,” ujar Kajari Konsel Ujang Sutisna.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *