Oyisultra.com, KENDARI – PT Nirvana Wastu Pratama (PT NWP) atau The Park Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), yang diresmikan pada Kamis, (8/12/2022) lalu, masih menyisakan polemik terkait status kepemilikan lahan.
Pasalnya, Perusahaan properti asal Jakarta itu diduga belum melakukan pembayaran atas lahan seluas kurang lebih empat hektare yang kini di tempati.
Anthar Syahadat Al Damary, selaku Direktur Utama PT Bina Citra Niaga (PT BCN), mengklaim bahwa tanah yang kini berdiri The Park Kendari merupakan miliknya dan belum pernah dibayarkan oleh pihak The Park.
Melalui Pendamping hukumnya, Muhamad Azhar, menyebut bahwa tanah itu sebelumnya klien menjual kepada Johnny Tandiary pada 2011 lalu.
Namun, kata dia pembayaran justru dilakukan kepada Ahmad Yani selaku direktur CV Masda, yang menurutnya sama sekali tidak memiliki hubungan persoalan itu.
“Penjualan dilakukan oleh Anthar, tetapi pembayaran justru masuk ke rekening CV Masda,” ungkap Pendamping hukum Anthar, Muhamad Azhar, Rabu (3/12/2025).
Dijelaskan Azhar kasus tersebut, sebelumnya pernah dilaporkan melalui Laporan Polisi Nomor: LP/2052/IV/2016/PMJ/Ditreskrimsus pada 28 April 2016 lalu, Namun, penanganannya sempat mandek.
“Penanganan kasus sempat mandek meski pernah dilaporkan,” urai Azhar.
Lebih lanjut Muhamad Azhar mengungkapkan kasus tersebut kembali bergulir dan telah masuk dalam tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/16/I RES.2.6./2023/Ditreskrimsus tertanggal 24 Januari 2023 lalu.
“Polda Metro Jaya telah memeriksa sejumlah saksi yang diduga turut menerima aliran dana hasil penjualan tanah secara melawan hukum,” jelasnya.
Ia mengungkapkan bahwa bukti-bukti kepemilikan lahan telah diserahkan, termasuk sertifikat hak milik yang kemudian diturunkan statusnya menjadi Hak Guna Bangunan (HGB).
Meski demikian, sertifikat tersebut masih tercatat atas nama kliennya.
“Semua sertifikat, termasuk perubahan status ke HGU, masih atas nama Anthar,” ujarnya.
Untuk menurunkan status kepemilikan menjadi HGB, tandas Azhar, diperlukan badan hukum. Karena itu, dibentuklah perusahaan dengan atas nama klienya sebagai direktur.
Namun, ia mengaku kliennya tiba-tiba disingkirkan dari perusahaan tersebut melalui akta perubahan yang dipalsukan.
“Tiba-tiba terjadi perubahan akta secara sepihak yang menghapus nama Athar dari perusahaan, tandatangannya dipalsukan,” ungkapnya.
Menurutnya, syarat perubahan akta harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Ia menegaskan bahwa dokumen RUPS tersebut dipalsukan merujuk pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 386/PDT.G/2016/PN.Jkt.Tim.
Dirinya juga menuding bahwa pemalsuan tersebut dilakukan oleh Ahmad, selaku direktur CV Masda, yang menerima pembayaran hasil penjualan tanah.
“Padahal CV Masda tidak ada kaitannya dengan transaksi penjualan itu,” tegasnya.
Selain itu, ia menyebut adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh notaris Ahmad Fauzi.
Ia menilai bahwa penyidikan yang telah berjalan seharusnya sudah menetapkan tersangka sesuai ketentuan KUHAP.
Azhar menduga telah terjadi pelanggaran kode etik oleh penyidik dalam penanganan kasus tersebut.
“Kasus sudah tahap penyidikan, seharusnya sudah ada tersangka. Ada dugaan pelanggaran kode etik oleh penyidik, dan itu yang akan kami laporkan ke Propam,” pungkasnya.









