Oyisultra.com, KENDARI – Direktur Utama (Dirut) perusahaan pabrik nikel PT Huady Nikel Aloy Indonesia, Jos Stefan Hideky diduga memberikan kesaksian palsu dibawa sumpah dalam persidangan kasus korupsi tambang di Kolaka Utara (Kolut) yang digelar di PN Tipikor Kendari beberapa waktu lalu.
Yang mana, dalam kesaksian Dirut PT Huady Nikel Aloy Indonesia Jos Stefan Hideky di depan Hakim PN Tipikor Kendari bahwa, perusahaannya membeli ore nikel menggunakan surat perjanjian jual beli ore nikel dengan PT Alam Mitra Indah Nugrah (AMIN).
Surat perjanjian kerja sama jual beli ore nikel tersebut diperlihatkan langsung kepada Hakim Ketua PN Tipikor Kendari yang disaksikan Jaksa Penutut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, serta kuasa hukum terdakwa Direktur PT AMIN.
Ia juga mengaku perusahaan smelter nikel yang berlokasi di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) itu, telah membayar senilai Rp70 miliar kepada PT AMIN dari hasil 14 kali pengapalan.
Keterangan Jos Stefan Hideky kemudian dibantah oleh terdakwa Moch Machrusy, bahwa dirinya tidak pernah melakukan kerja sama jual beli ore nikel dengan PT Huady Nikel Aloy Indonesia.
Yang ada, kata dia, kerja sama penjualan dokumen kuota RKAB atau yang kerap disebut dokumen terbang (Dokter). Tak hanya itu, Moch Machrusy mengaku tidak pernah menandatangani surat perjanjian kerja sama jual beli ore nikel sebagaimana yang telah diperlihatkan dihadapan hakim.
“Saya tidak kerja sama jual beli ore nikel, tapi kuota RKAB, dan uang yang diterima dari hasil jual kuota RKAB tidak sebanyak itu karena harga yang diberikan cuman 5 sampai 6 dolar per metrik ton,” ucap dia.
Ia mengatakan, itupun yang diterima dan masuk ke rekening PT AMIN dari hasil jual beli dokumen kuota RKAB tersebut hanya Rp36 miliar, sudah termaksud dengan pihak lain, bukan hanya kerja sama di PT Huady Nikel Aloy Indonesia.
Dari silang keterangan antara saksi Jos Stefan Hideky dan terdakwa Moch Machrusy, terkuak fakta baru mulai dari kerja sama jual beli ore nikel yang diduga dimanifulasi hingga dugaan pemalsuan tanda tangan terdakwa Direktur PT AMIN.
Selain itu, dugaan pemalsuan tanda tangan dalam surat perjanjian jual beli ore nikel itu, diindikasikan untuk mengaburkan proses pembelian ore nikel PT Huady Nikel Aloy Indonesia, seolah-olah nikel tersebut berasal dari IUP resmi.
Padahal faktanya, nikel yang dibeli PT Huady Nikel Aloy Indonesia berasal dari eks Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Pandu Citra Mulia (PCM) yang di tambang secara ilegal.
JPU pun akan menyelidiki terkait dugaan pemalsuan tanda tangan terdakwa Direktur PT AMIN terkait kerja sama jual beli ore nikel.
Bukan hanya itu, JPU juga mengejar soal transaksi uang senilai Rp70 miliar PT Huady Nikel Aloy Indonesia ke rekening PT AMIN. Sebab, pengakuan terdakwa Moch Machrusy, tidak sebanyak yang disebutkan Dirut PT Huady Nikel Aloy Indonesia, Jos Stefan Hideky.
“Harusnya ada uang masuk sebesar itu ke rekening PT AMIN, makanya kami minta Jos Stefan Hideky bawa bukti transferan Rp70 miliar ke rekening PT AMIN, kan pasti ada bukti-bukti di rekening koran, dan itu perlu dibuktikan,” tutur salah satu JPU Kejati Sultra.
Apabila bukti yang diminta tidak dapat dibuktikan oleh Dirut PT Huady Nikel Aloy Indonesia, Jos Stefan Hideky, bisa dikenai pidana di luar dari pokok perkara, karena telah memberikan keterangan palsu.









