Oyisultra.com, KENDARI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menjadi sorotan publik usai melakukan pengadaan mobil dinas baru untuk unsur pimpinan periode 2024-2029.
Kendaraan dinas mewah merek Hyundai dengan harga ditaksir miliaran rupiah per unit itu telah diserahkan tahun ini kepada Ketua DPRD Sultra dan tiga wakil ketua.
Berdasarkan penelusuran di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), paket belanja kendaraan dinas roda empat tercatat dengan pagu sebesar Rp5.589.000.000 yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025.
Pantauan di gedung DPRD Sultra, mobil dinas baru tersebut kerap terlihat terparkir di lobi khusus pimpinan. Di antaranya mobil dinas Wakil Ketua I DPRD Sultra, La Ode Muhamad Frebi Rifai dengan nomor polisi DT 7, serta milik Wakil Ketua III, Hj Hasmawati dengan nomor polisi DT 9.
Upaya konfirmasi awak media kepada Sekretaris DPRD Sultra, La Ode Butolo, tidak membuahkan hasil. Menurut salah satu staf, yang bersangkutan sedang berada di luar daerah.
Saat dihubungi awak media melalui telepon maupun pesan WhatsApp, ia tidak merespons. Hal serupa juga dilakukan Ketua DPRD Sultra La Ode Tariala, yang enggan menjawab pertanyaan terkait pengadaan kendaraan dinas tersebut.
Pengadaan mobil dinas baru pimpinan DPRD Sultra ini menuai kritik dari berbagai pihak. Akademisi Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK), Andi Awaluddin menilai, kebijakan itu menunjukkan minimnya empati sosial dari wakil rakyat terhadap kondisi masyarakat.
“Prinsipnya, bagaimana kemampuan daerah melakukan kebijakan berbasis pemerataan dan mampu merespon harapan masyarakat. Tapi ketika anggota DPR, khususnya pimpinan, tidak ada kepekaan tentang empati publik yang saat ini sedang menyoroti kemewahan fasilitas dan gaji besar yang mereka terima, saya pikir pengadaan ini mencerminkan DPRD tidak mempunyai empati sosial,” kata Andi Awaluddin, Kamis (2/10/2025).
Ia menegaskan, kebijakan pengadaan mobil dinas justru memperlihatkan DPRD lebih mementingkan kenyamanan fasilitas dengan standar kemewahan, ketimbang memperjuangkan kepentingan rakyat.
“Saya pikir itu sangat mencederai perasaan publik. Ini menjadi buruk ketika sorotan masyarakat harus mengarah ke DPRD. DPRD Sultra hari ini tidak punya kepekaan sosial,” tegasnya.
Menurut Dosen Ilmu Politik UMK ini, seharusnya DPRD melakukan revisi anggaran sejak awal apabila pengadaan kendaraan itu dibahas di periode sebelumnya. Namun kenyataannya, anggaran tetap dijalankan dan dinikmati oleh unsur pimpinan.
“Persoalannya, bagaimana empati sosial para petinggi DPRD bisa merasakan gejolak perhatian masyarakat ketika ada kritik terhadap lembaga legislatif. Ke depan, legislator harus lebih peka dengan kondisi rakyatnya, dan anggaran yang ada dimaksimalkan untuk kepentingan masyarakat banyak, bukan untuk memfasilitasi diri dengan kemewahan,” tandasnya.