Oyisultra.com, KENDARI – Puluhan massa yang tergabung dalam Pusat Studi Konstitusi Mahasiswa Indonesia (PUSKOM) menggelar demonstrasi di Kantor DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra), Selasa (30/9/2025).
Dalam aksinya, mereka mendesak pemerintah dan DPRD Sultra untuk mencabut izin PT Ramadhan Moramo Raya (RMR) yang diduga melanggar aturan ketenagakerjaan dan perundang-undangan pertambangan.
Koordinator lapangan (Korlap) aksi, Fajar Pebrian, menegaskan pihaknya menemukan sejumlah pelanggaran serius yang dilakukan perusahaan tersebut. Mulai dari persoalan upah, pesangon, hingga dugaan penahanan ijazah karyawan.
“Kami meminta DPRD Sultra segera memanggil pimpinan PT Ramadhan Moramo Raya, termasuk Direktur Utama dan Komisaris, untuk dimintai pertanggungjawaban,” tegas Fajar dalam orasinya.
Selain menuntut hak-hak pekerja, massa aksi juga mendesak agar izin PT RMR dicabut. Menurut mereka, perusahaan tidak taat aturan sebagaimana tertuang dalam Pasal 129 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara.
“Perusahaan harus segera membayarkan hak-hak pekerja, baik upah sesuai UMP maupun upah lembur yang selama ini diabaikan. Pemutusan hubungan kerja sepihak juga harus diikuti dengan pembayaran kompensasi, uang pesangon dan penghargaan masa kerja sesuai PP Nomor 35 Tahun 2021,” lanjutnya.
Dalam pernyataannya, PUSKOM juga meminta aparat kepolisian Sultra menindaklanjuti dugaan penahanan ijazah karyawan
“Tindakan itu jelas melanggar konstitusi dan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menegaskan setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Tapi fakta di lapangan justru sebaliknya,” kata dia dalam orasinya.
Sementara itu, Yusdin, salah seorang karyawan di Divisi Keamanan PT RMR, mengungkapkan pihaknya menuntut agar perusahaan membayarkan selisih upah sesuai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dari tahun 2024 ke 2025.
“Gaji kami hanya Rp2,8 juta, padahal UMP sudah naik. Selain itu, kami juga menuntut pembayaran lembur karena bekerja 12 jam sehari, padahal aturan undang-undang hanya 8 jam. Jadi ada selisih 4 jam yang tidak dibayarkan,” ungkapnya.
Massa aksi menegaskan akan terus mengawal persoalan ini hingga DPRD Sultra dan pemerintah mengambil sikap tegas terhadap perusahaan tambang tersebut.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak DPRD Sultra maupun manajemen PT Ramadhan Moramo Raya belum memberikan keterangan resmi terkait tuntutan mahasiswa dan pekerja tersebut.