Oyisultra.com, KENDARI – Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) membeberkan hasil investigasi terhadap Rumah Sakit Hermina Kendari dalam pelayanan pasien keluarga, Ahmad Ariansyah, ayah yang kehilangan bayi kembarnya beberapa waktu lalu.
Ketua BPRS Sultra, Dr La Ode Bariun menjelaskan, bahwa hasil investigasi ditemukan human error pada invoice atau kuitansi biaya yang dikirim via WhatsApp kepada Ahmad Ariansyah yang masih tertera penjamin (BPJS) Kesehatan.
“Pasien ini awalnya peserta BPJS lalu berubah menjadi pasien umum sehingga di kuitansi atau invoice untuk biaya selama pelayanan RS Hermina belum diubah oleh management rumah sakit. Ini human error berdasarkan keterangan yang diperolehnya” jelas Bariun dikutip dari tegas.co.
Bariun menegaskan, dari hasil investigasi pihaknya tidak menemukan double payment atau pembayaran ganda (Pembayaran dari keluarga Ahmad dan klaim BPJS).
”Jadi, setelah kami melakukan pemanggilan baik dari RS Hermina maupun BPJS Kesehatan tidak ada pembayaran ganda. Itu hasil investigasi kami,“katanya. Namun, menemukan human error dari management RS Hermina karena invoice belum diubah.
Sebelumnya, Kasus ini bermula dari aduan Ahmad, yang melalui kuasa hukumnya, Andri Dermawan dari LBH HAMI Sultra, menuding adanya serangkaian pelanggaran.
Awalnya, istri Ahmad, Yayu Sapta Bela, adalah pasien BPJS Kesehatan. Namun, Andri Dermawan menjelaskan, keputusan untuk beralih menjadi pasien umum diambil karena penanganan medis yang dirasa lambat.
“Mereka umumkan jam 7 malam,” ujar Andri, mengisyaratkan adanya desakan waktu yang membuat keluarga korban mengambil keputusan di bawah tekanan.
Setelah memutuskan menjadi pasien umum dan membayar biaya perawatan secara tunai, Ahmad terkejut saat menemukan kejanggalan pada kuitansi. Dokumen tersebut mencantumkan “BPJS Kesehatan” sebagai penjamin.
“Ini bukan masalah BPJS, ini masalah data,” tegas Andri, menyoroti adanya dugaan pemalsuan data yang memicu kecurigaan. Ia khawatir, kejadian ini bukan sekadar human error, melainkan indikasi adanya niat jahat untuk melakukan fraud atau klaim fiktif ke BPJS.
Menanggapi tuduhan tersebut, Direktur RS Hermina Kendari, dr. Yuli, menyampaikan permohonan maaf dan memberikan kronologi kejadian dari sudut pandang manajemen.
Ia menjelaskan bahwa pada saat pasien masuk, kapasitas kamar bersalin memang penuh. “Pada saat pasien yang bersangkutan, kondisi kamar bersalin saat hari itu sudah penuh oleh pasien yang akan melakukan persalinan sehingga kita harus menunggu,” terangnya.
Ia menegaskan bahwa rumah sakit memiliki skala prioritas medis, di mana pasien dengan kondisi inpartu (akan segera melahirkan) diprioritaskan.
Mengenai kesalahan administrasi, dr. Yuli mengakui adanya human error. Petugas administrasi yang langsung mengirimkan data billing via WhatsApp tanpa mengubah status penjaminan dari BPJS ke umum.
“Itu memang human error dari kami,” akunya. Pembelaan ini mencoba mereduksi tuduhan kejahatan menjadi sekadar ketidakcermatan operasional.