Oyisultra.com, KENDARI – Penertiban tambang ilegal di Pulau Kabaena Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) memasuki babak baru. Tim Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) resmi menyegel konsesi tambang PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) seluas 172,82 hektare setelah ditemukan beroperasi tanpa izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH).
Langkah tegas ini dipimpin langsung Ketua Satgas PKH sekaligus Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah. Satgas menancapkan plang besi di areal tambang bertuliskan kawasan berada dalam penguasaan Pemerintah RI sesuai Peraturan Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sultra, Abdul Rahman SH MH, mengonfirmasi penyegelan tersebut.
“Hari ini Satgas PKH secara resmi menyegel kawasan hutan di konsesi PT TMS,” tegasnya, Kamis (11/9/2025).
Namun penyegelan ini justru memunculkan tanda tanya. Aktor yang diduga menjadi dalang perusakan hutan dan pencemaran lingkungan belum tersentuh hukum, meski perusahaan telah diberhentikan operasinya.
Koalisi Mahasiswa, Pemuda dan Ormas Sulawesi Tenggara (KOMPAS Sultra) mendesak agar penegakan hukum tidak berhenti pada penyegelan tambang.
“Kami mengapresiasi Satgas PKH, tetapi ini baru setengah langkah. Penutupan saja tidak cukup. Pelaku utama perusakan hutan harus segera ditangkap, bukan dibiarkan seolah kebal hukum,” tegas juru bicara KOMPAS Sultra, Aldi Lamoito.
Aldi menuding ada perlakuan istimewa terhadap pihak-pihak tertentu yang diduga berada di balik aktivitas tambang ilegal.
“Aneh kalau perusahaannya ditutup, tapi aktor utama perusak hutan dibiarkan. Jika Presiden Prabowo serius memberantas tambang ilegal, jangan berhenti di plang penyegelan saja,” ujarnya.
KOMPAS Sultra bahkan mengancam aksi massa besar-besaran bila aparat penegak hukum tidak segera bertindak.
“Jangan salahkan rakyat kalau nanti bergerak. Kami akan turun ke jalan jika pelaku utama tidak diproses. Kami tidak takut, meski kasus ini diduga melibatkan keluarga besar pejabat tinggi di Sultra,” ancamnya.
Dugaan keterlibatan elite politik pun menyeruak. Aliansi Suara Rakyat (ASR) sebelumnya menyebut Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, memiliki kaitan dengan aktivitas PT TMS di Kabaena.
“Harapan kami, teman-teman Gerindra bersikap. Kalau tambang ilegal dibiarkan, yang disalahkan nanti Presiden Prabowo. Kita sama-sama cinta dengan Prabowo,” kata La Ode Hidayat saat audiensi di DPRD Sultra, 2 September 2025.
Bukti pelanggaran PT TMS juga diperkuat putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 580/PK/PDT/2023 yang menyatakan PT TMS dan Bintang Delapan Tujuh Abadai terbukti menambang tanpa IPPKH sejak 2019 di hutan lindung seluas 147 hektare. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) mencatat perusahaan tersebut menambang di luar kawasan izin yang sah.
Publik kini menunggu langkah berikutnya dari aparat penegak hukum, apakah mereka berani menyeret para aktor di balik perusakan hutan Kabaena ke meja hijau, atau justru membiarkan kasus ini menjadi preseden buruk penegakan hukum di sektor pertambangan.