Oyisultra.com, KENDARI — Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menjadi perbincangan. Pasalnya, diduga ada indikasi mempersulit pengurusan dokumen-dokumen pertanahan milik masyarakat.
Salah satu sorotan tersebut datang dari Kantor Hukum INDOLEGAL LAW FIRM sampaikan keprihatinannya terhadap kinerja BPN Kota Kendari.
“Kami dari INDOLEGAL LAW FIRM, selaku kuasa hukum Sitti Nursiah, menyampaikan keprihatinan serius atas kinerja Kantor Pertanahan Kota Kendari yang hingga saat ini masih menunda pembukaan blokir sertifikat klien kami, meskipun perkara hukum yang dijadikan dasar penundaan tersebut telah selesai secara final dan berkekuatan hukum tetap,” ujar Yendra Latorumo selaku Managing Partnert INDOLEGAL LAW FIRM, di Kendari, Selasa (15/12/2025).
Perkara ini sebelumnya, kata Yendra, merupakan sengketa Tata Usaha Negara (TUN) yang telah diperiksa secara berjenjang hingga Mahkamah Agung Republik Indonesia dan berakhir dengan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 50 PK/TUN/2025 tanggal 9 Oktober 2025, dengan amar menolak permohonan Peninjauan Kembali. Putusan tersebut telah resmi diberitahukan kepada seluruh pihak, termasuk BPN Kota Kendari, sejak awal November 2025.
“Yang menjadi sorotan serius adalah adanya inkonsistensi sikap administratif BPN Kota Kendari. Pada tanggal 26 November 2025, BPN Kota Kendari secara resmi mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa pembukaan blokir sertifikat klien kami telah dilaksanakan. Namun secara mengejutkan, pada tanggal 15 Desember 2025, BPN Kota Kendari kembali mengeluarkan surat yang menunda pelayanan pertanahan, dengan mendasarkan alasan pada putusan pengadilan yang sama, yang sejak awal telah diketahui dan bahkan sebelumnya dijadikan dasar untuk membuka blokir,” terang Yendra.
Tak hanya itu, Yendra juga mengungkap fakta yang menimbulkan pertanyaan serius.
“Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius di ruang publik, bagaimana mungkin satu putusan pengadilan yang sama digunakan untuk dua kebijakan administratif yang saling bertentangan? Jika pada akhir November pembukaan blokir dinyatakan telah dilaksanakan, maka secara logis dan hukum tidak ada alasan yang sah untuk kembali menunda pelayanan pada pertengahan Desember,” tegas Yendra.
Dalam surat tertanggal 15 Desember 2025, lanjut Yendra, BPN Kota Kendari justru mendasarkan penundaan pada penafsiran terhadap pertimbangan putusan, bukan pada amar putusan yang mengikat. Padahal, dalam amar Putusan PK tersebut tidak terdapat satu pun perintah pemblokiran, penundaan pelayanan, ataupun larangan peralihan hak.
“Yang lebih memprihatinkan, BPN Kota Kendari bahkan memberikan tenggat waktu 14 hari dan mengirimkan surat kepada pihak yang telah kalah dalam perkara, seolah-olah memberi ruang untuk mengajukan upaya hukum baru. Tidak ada satu pun dasar hukum yang membenarkan praktik tersebut. Sikap ini menimbulkan kesan bahwa BPN tidak bersikap netral, dan justru menempatkan pemegang sertipikat yang sah dalam posisi dirugikan,” beber Yendra.
Pihaknya menilai, hal yang dilakukan BPN Kota Kendari tersebut sangat merugikan masyarakat.
“Kami menilai praktik seperti ini sangat merugikan masyarakat, karena menciptakan ketidakpastian hukum dan preseden buruk dalam pelayanan pertanahan. Hak atas tanah yang telah dinyatakan sah oleh hukum dapat digantung tanpa kepastian waktu, hanya karena asumsi atau potensi sengketa yang belum pernah ada,” jelas Yendra.
Yendra juga menerangkan bahwa pihaknya telah menempuh jalur adimistrasi, tetapi menurutnya hal ini akan dibawa ke ranah yang lebih serius.
“Sebagai kuasa hukum, kami telah menempuh jalur administratif. Namun apabila praktik penundaan dan inkonsistensi ini tetap dipertahankan, kami akan menempuh langkah lanjutan, termasuk melaporkan dugaan maladministrasi ke Ombudsman Republik Indonesia, meminta pemeriksaan internal oleh Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN, serta membuka ruang pengawasan publik melalui media massa agar persoalan ini dinilai secara objektif oleh masyarakat luas,” terangnya.
Yendra berharap kualitas pelayanan publik mesti disoroti secara kritis.
“Kami berharap media dapat menyoroti persoalan ini secara kritis dan berimbang, karena menyangkut kepastian hukum, perlindungan hak atas tanah, dan kualitas pelayanan publik. Negara tidak boleh membiarkan hak warga negara digantung hanya karena ketidakkonsistenan keputusan administratif. Demikian pernyataan ini kami sampaikan agar publik mengetahui dan mengawal persoalan ini secara terbuka,” tutup Yendra.
Sampai berita ini ditayangkan belum ada tanggapan dari pihak BPN Kota Kendari, Tim media ini masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak terkait.









