Oyisultra.com, MUNA – Kabupaten Muna di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) memiliki beragam seni pertunjukan tradisional yang terus dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Salah satunya adalah Tari Linda, sebuah tarian tradisional yang sarat makna, menggambarkan kelembutan, kehormatan, serta kearifan lokal masyarakat Muna. Tari Linda tidak hanya menjadi bentuk ekspresi seni, namun juga bagian penting dalam upacara adat dan identitas budaya masyarakat setempat.
Tarian ini telah menjadi identitas kultural masyarakat Muna dan terus dilestarikan hingga kini. Dengan gerakan yang anggun dan penuh kelembutan, Tari Linda menggambarkan keindahan, kesopanan, serta harmoni dalam kehidupan sosial masyarakat Muna.
Tari ini biasanya dibawakan oleh para penari perempuan yang mengenakan busana adat khas Muna. Kain tenun, riasan sederhana, serta aksesoris tradisional turut memperkuat estetika penampilan.
Gerakannya dilakukan secara serempak dengan tempo yang lambat namun ritmis, menciptakan suasana sakral dan penuh kehangatan. Setiap gerakan memiliki makna tersendiri, mulai dari penghormatan kepada tamu, ungkapan syukur, hingga doa agar diberikan keselamatan dan kesejahteraan.

Salah satu pegiat seni dari Kabupten Muna Barat, Muhammad Razab menjelaskan bahwa Tari Linda biasanya dibawakan oleh enam sampai delapan remaja atau orang dewasa perempuan.
”Tari Linda tidak boleh sembarang ditampilkan karena sangat sakral. Sehingga hal inilah yang menjadi alasan tarian tersebut hanya boleh dibawakan oleh remaja putri atau perempuan dewasa,” kata Muh Razab kepada media ini, Kamis (13/11/2025).
Pada upacara adat karia, penari akan menghampiri penonton dan memberikan selendang mereka sebagai penghormatan.
”Tamu yang mendapatkan selendang lalu mengembalikan selendang beserta uang (saweran) atau hadiah sebagai ungkapan syukur dan terima kasih,” ujarnya.
Menjaga Napas Tradisi
Di tengah gempuran arus budaya modern dan globalisasi, pelestarian seni pertunjukan tradisional menjadi tantangan yang semakin nyata. Salah satu kekayaan budaya yang patut dijaga adalah Tari Linda, tarian khas dari Kabupaten Muna, yang sarat nilai dan makna.
Tari ini bukan hanya warisan gerakan, tapi juga cerminan filosofi kehidupan masyarakat Muna yang menjunjung tinggi kesopanan, kelembutan, serta keharmonisan sosial.

Sebagai bagian dari seni pertunjukan tradisional, Tari Linda menyimpan nilai sejarah, sosial, dan spiritual. Ia tumbuh dari akar budaya lokal yang menjadikan tarian bukan sekadar hiburan, tetapi bagian dari ritual dan ekspresi identitas.
Waktu Pelaksanaan
Dalam masyarakat Muna, Tari Linda merupakan bagian dari upacara adat Karia. Upacara ini merupakan upacara pingitan para gadis yang akan mencapai usia dewasa dan siap memulai hubungan rumah tangga.
Pada masa lalu upacara Kariya atau pingitan harus dilalui oleh seorang anak gadis yang sudah menginjak masa remaja. Dalam upacara ini para gadis remaja harus dikurung selama delapan hari dan tujuh malam dalam suatu ruangan tertutup.
Pada hari kedelapan, para gadis remaja tersebut keluar dari pingitan dengan mengenakan pakaian adat. Upacara Karia diakhiri dengan para gadis pingitan tersebut bersama-sama menarikan tari Linda.
Penyajian
Dalam Tari Linda, para penari akan menghampiri penonton dan memberikan selendangnya kepada ibu-ibu yang menghadiri pertunjukan. Ini dimaknai sebagai bentuk penghormatan kepada para penonton.

Penonton yang mendapatkan selendang kemudian mengembalikan selendang dengan memberikan hadiah berupa uang atau bingkisan. Ini merupakan bentuk ucapan terima kasih dan rasa syukur karena para penari karena telah menjalani ritual Karia.
Tari dimulai oleh pemandu kemudian diikuti oleh para penari secara berurutan. Tari Linda yang diperagakan untuk ritual berbeda dengan Tari Linda untuk hiburan.
Pada Tari Linda untuk hiburan, para penari hanya berputar di sekeliling tempat berdirinya. Selain itu, pada tahap perubahan posisi, para penari Tari Linda untuk ritual akan mengelilingi lampu secara berurutan sebagai pertanda perpindahan alam.
Sedangkan pada Tari Linda untuk hiburan, tidak ada tahap mengelilingi lampu serta tidak ada urutan tertentu. Pada Tari Linda untuk hiburan, musiknya hanya berupa alunan ganda, sedangkan pada Tari Linda untuk ritual, musiknya diiringi oleh lagu La Kadandio.









