Pengadaan Mobil Dinas DPRD Sultra Diduga Langgar Perpres Standar Harga Satuan Regional Pengadaan Kendaraan Dinas

Oyisultra.com, KENDARI — Di tengah kondisi keuangan daerah yang kian ketat dan berbagai persoalan pelayanan publik yang belum terselesaikan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Sultra kembali menjadi sorotan publik.

Pasalnya, Setwan DPRD Sultra melalui APBD 2025 mengalokasikan anggaran Rp 5,589 miliar untuk pengadaan empat unit mobil dinas mewah jenis Hyundai Palisade Signature bagi unsur pimpinan DPRD Sultra.

Empat unit mobil berkapasitas mesin besar itu diberikan kepada Ketua DPRD Sultra La Ode Tariala, serta tiga Wakil Ketua masing-masing, La Ode Frebi Rifai, Heri Asiku, dan Hasmawati.

Setiap unit kendaraan ditaksir bernilai lebih dari Rp 1,2 miliar, sebagaimana tercantum dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP, dengan tipe Hyundai Palisade D 2.2AT Signature 4WD XRT berkapasitas mesin 2199 cc.
Anggaran Fantastis di Tengah Keterbatasan.

Metode pengadaan dilakukan melalui e-purchasing, dengan pagu total Rp 5.589.000.000. Namun, spesifikasi teknis yang tertera dalam dokumen bahkan sempat mencantumkan kapasitas mesin hingga 6.800 cc memunculkan tanda tanya besar.

Upaya konfirmasi awak media ini kepada Sekretaris DPRD Sultra, La Ode Butolo pada Rabu (1/10/2025), tidak membuahkan hasil. Menurut salah satu staf, yang bersangkutan sedang berada di luar daerah.

Saat dihubungi awak media melalui telepon maupun pesan WhatsApp, ia tidak merespons.

Publik mempertanyakan urgensi dan kesesuaian jenis kendaraan tersebut dengan kebutuhan operasional pimpinan dewan, mengingat masih banyak jalan rusak, fasilitas kesehatan terbatas, dan masalah kemiskinan ekstrem di beberapa wilayah Sultra.

Akademisi Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK), Dr. Andi Awaluddin, menilai pengadaan ini menunjukkan lemahnya sensitivitas sosial pejabat publik terhadap kondisi masyarakat.

“Di saat rakyat masih kesulitan air bersih dan harga pangan, pejabat justru menikmati fasilitas mewah. Ini bukan sekadar soal aturan, tapi etika penggunaan uang rakyat,” tegas Andi kepada wartawan, Kamis (2/10/2025).

Potensi Pelanggaran Perpres dan Inpres Penghematan

Langkah Pemprov Sultra melalui Setwan DPRD Sultra ini dinilai berpotensi melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2025 tentang Standar Harga Satuan Regional (SHSR).

Dalam tabel 1.8 Perpres tersebut, harga kendaraan dinas untuk pejabat eselon I provinsi dibatasi pada Rp 878,9 juta, sedangkan eselon II Provinsi Sulawesi Tenggara maksimal Rp 702,2 juta.

Perpres ini mengatur mengenai standar harga satuan regional, yang meliputi: 1) satuan biaya honorarium, 2) satuan biaya perjalanan dinas dalam negeri, 3) satuan biaya rapat atau pertemuan di dalam dan di luar kantor, 4) satuan biaya pengadaan kendaraan dinas, dan satuan biaya pemeliharaan.

Perpres ini menyebutkan:

Pasal 2

(1) Standar harga satuan regional yang bersifat batas tertinggi yang besarannya tidak dapat dilampaui dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) dan ayat (5) huruf a tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

(2) Standar harga satuan regional yang bersifat batas tertinggi yang besarannya tidak dapat dilampaui dalam perencanaan dan dapat dilampaui dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) dan ayat (5) huruf b tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

Pasal 3

(1) Kepala daerah menetapkan standar harga satuan biaya honorarium, perjalanan dinas dalam negeri, rapat atau pertemuan di dalam dan di luar kantor, pengadaan kendaraan dinas, dan pemeliharaan berpedoman pada standar harga satuan regional sebagaimana diatur dalam Pasal 1 dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas, kepatutan, dan kewajaran.

(2) Kepala daerah dapat menetapkan standar harga satuan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas, kepatutan, dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Nilai pembelian kendaraan untuk pimpinan DPRD Sultra yang mencapai lebih dari Rp 1,2 miliar per unit jelas melampaui batas Standar Harga Satuan Regional.

Selain itu, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Penghematan Anggaran juga menekankan efisiensi belanja barang mewah, termasuk kendaraan dinas, sebagai bentuk komitmen pemerintah menghadapi ketidakpastian ekonomi nasional.

Publik pun mendesak Inspektorat Sultra dan BPKP Perwakilan Sultra untuk melakukan audit mendalam terkait kesesuaian standar harga, proses perencanaan, dan penetapan spesifikasi teknis kendaraan.

Ketua DPC GMNI Kendari, Rasmin Jaya, menilai pembelian kendaraan dinas supermewah ini mencederai rasa keadilan publik.

“Kami melihat ini sebagai pemborosan uang rakyat. DPRD seharusnya menjadi contoh penghematan, bukan justru bagian dari kemewahan birokrasi,” ujar Rasmin dengan nada geram.

Menanggapi kritik tersebut, Ketua DPRD Sultra, La Ode Tariala menegaskan bahwa pimpinan dewan hanyalah pengguna fasilitas yang difasilitasi Pemprov Sultra, dan pengadaan ini telah dibahas pada tahun 2024.

“Pengadaan kendaraan dinas itu karena jabatan. Konsekuensinya tunjangan transportasi dihilangkan dan dipotong dari gaji kami,” klaim Tariala dikutip dari laman TEGAS.CO, Kamis (2/10/2025).

Ia juga menambahkan bahwa kendaraan tersebut nantinya akan dikembalikan kepada Pemprov setelah masa jabatan mereka berakhir.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sultra La Ode Frebi Rifai menjelaskan bahwa sejak awal menjabat, pimpinan dewan hanya menggunakan kendaraan pinjaman karena tunjangan transportasi telah dihapuskan.

“Sejak dilantik kami pakai mobil pinjaman. Karena tunjangan transportasi ditiadakan, maka dilakukan pengadaan kendaraan dinas. Itu sudah dibahas dan disetujui sejak 2024,” ujarnya.

Frebi juga menegaskan bahwa batasan kapasitas mesin dan jenis kendaraan sudah mengacu pada aturan internal.

“Untuk Ketua DPRD maksimal 2.700 cc, Wakil Ketua 2.500 cc. Jadi semuanya sesuai ketentuan. Tidak ada yang melanggar regulasi,” katanya.

Ia menilai, mengaitkan pengadaan mobil dinas dengan Inpres Penghematan 2023 tidaklah relevan.

“Inpres itu lebih banyak mengatur efisiensi kegiatan seremonial, perjalanan dinas, dan rapat. Tidak secara eksplisit membatasi kendaraan dinas,” tegasnya.

Meski penjelasan pimpinan DPRD mencoba meredam kritik, publik menilai pengadaan ini tetap problematis secara moral dan transparansi.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *