Ahli Waris dan East Indonesia Malaka Project Institute Tolak Tambang di Lahan Ulayat Pondidaha Konawe

Oyisultra.com, KONAWE — East Indonesia Malaka Project Institute bersama Indra Dapa Saranani, ahli waris sah hak ulayat keluarga besar Usman Saeka, menyatakan sikap tegas menolak aktivitas pertambangan yang diduga berlangsung tanpa izin di wilayah adat Pondidaha dan Wawolemo, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Sejumlah perusahaan disebut telah melakukan eksploitasi tanpa persetujuan resmi dari pemilik hak ulayat, di antaranya PT ST Nikel Resources, PT Konaweaha Makmur, PT Konut Jaya Mineral, PT Konawe Metal Industry, PT Sulemandara, PT DJL, dan CV Meohai Batu Bersama.

“Saya, Indra Dapa Saranani, sebagai ahli waris sah wilayah ulayat Pondidaha dan Wawolemo, menolak keras kehadiran perusahaan-perusahaan tambang yang masuk tanpa izin, tanpa musyawarah, dan tanpa menghormati hak leluhur kami. Ini pelanggaran terhadap warisan adat kami dan terhadap hukum negara,” tegas Indra Dapa Saranani, Rabu (24/9/2025).

Hak ulayat sendiri diakui secara konstitusional dan hukum nasional, antara lain melalui Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 3, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hingga Putusan MK No. 35/PUU-X/2012.

Selain itu, prinsip internasional UN Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) menegaskan bahwa eksploitasi sumber daya di wilayah adat hanya dapat dilakukan jika ada persetujuan bebas, didahulukan dan diinformasikan (Free, Prior and Informed Consent/FPIC).

Namun, menurut Indra, kegiatan pertambangan di wilayah ulayat Pondidaha dan Wawolemo berlangsung tanpa FPIC, tanpa konsultasi dan tanpa pengakuan formal terhadap hak masyarakat adat.

Atas dasar itu, East Indonesia Malaka Project Institute dan Indra Dapa Saranani menyampaikan lima tuntutan, yakni penghentian segera seluruh aktivitas tambang di wilayah ulayat, verifikasi dan pengakuan resmi lahan adat oleh Pemerintah Kabupaten Konawe, intervensi pemerintah pusat melalui KLHK, ATR/BPN dan Komnas HAM, penegakan hukum bagi perusahaan yang melanggar, serta pemulihan sosial dan lingkungan akibat operasi tambang tanpa izin.

“Kami tidak akan diam ketika warisan leluhur kami diambil secara paksa. Tanah ini bukan untuk dijual, bukan untuk dieksploitasi sepihak. Kami akan melawan secara hukum, damai dan bermartabat,” ujar Indra menegaskan.

Pihaknya bersama East Indonesia Malaka Project Institute memastikan akan terus mengawal persoalan ini, baik melalui jalur hukum, media, maupun diplomasi masyarakat sipil. Jika tidak ada langkah konkret dari pemerintah, mereka berkomitmen membawa kasus tersebut ke Komnas HAM, KLHK, bahkan forum internasional.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *