Catatan Kemerdekaan dari Wawonii: Pulau Kecil, Mimpi Besar

Oyisultra.com, KENDARI – Merdeka bukan hanya tentang bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga tentang memiliki kesempatan yang sama untuk maju, berkembang, dan sejahtera. Setiap 17 Agustus, kita diingatkan bahwa kemerdekaan adalah hak seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari kota besar hingga pulau-pulau kecil seperti Wawonii. Namun, kemerdekaan sejati hanya akan terasa jika setiap jengkal
tanah air mendapatkan akses yang setara terhadap pembangunan, pendidikan, dan kesejahteraan.

Beberapa waktu lalu, publik disibukkan dengan fenomena pertambangan di pulau-pulau kecil, khususnya pada Kawasan Konservasi Raja Ampat. Di tengah reputasinya sebagai “Surga Terakhir di Dunia”, sejumlah pulau kecil di wilayah tersebut justru menjadi lokasi aktivitas tambang yang diklaim melanggar hukum dan membahayakan lingkungan.

Keputusan pemerintah untuk menghentikan sementara izin-izin tambang disana menjadi momentum refleksi nasional tentang bagaimana seharusnya investasi dikelola di kawasan pesisir dan pulau kecil.

Dalam konteks ini, suara saya sebagai bagian dari masyarakat Wawonii pun relevan dan layak didengar. Saya ingin berbagi pandangan lain bahwa investasi khususnya, di sektor pertambangan tidak bisa semata dipandang sebagai sebuah ancaman, melainkan bisa menjadi pengungkit kemajuan, asal dijalankan dengan tanggung jawab dan keberpihakan pada masa depan bersama.

Lahir di Wawonii membuat saya memahami arti kata bersyukur. Terisolir dari daratan utama, kurang lebih tiga jam perjalanan melalui transportasi laut dari Kota Kendari, membuat kami, masyarakat Wawonii
menghargai sepenuhnya betapa luar biasanya kekayaan sumber daya alam yang kami punya. Mulai dari hamparan laut kami, kebun belakang rumah, teduhnya pulau kelapa di sepanjang jalan, hingga limpahan
mineral berharga tepat di bawah telapak kaki.

Namun, pemanfaatan dan pengelolaan menjadi isu tersendiri. Tinggal di sebuah pulau dengan keterbatasan akses publik, memaksa masyarakat disini ulet dalam meramu kekayaan alam yang ada.

Faktanya, itu saja tidak cukup. Jika dianalogikan, Pulau Wawonii berpotensi menawarkan produk terbaik, tapi pasarnya pun terbatas. Lalu, darimana masyarakat bisa menjamin masa depannya?

Investasi Membentuk Masa Depan Baru

Sebagai pribadi yang berlatarbelakang pendidikan ekonomi, saya sangat memahami bahwa investasi adalah salah satu instrumen akselerasi pertumbuhan ekonomi. Tak melulu soal penyediaan lapangan kerja saja, tapi ini juga soal meningkatkan permintaan dan pemasaran suatu sumber daya. Dan inilah yang telah diberikan investor pertambangan di Pulau Wawonii. Saya percaya, hal yang sama juga akan terjadi dengan investasi-investasi lain di bidang lain.

Namun Sayangnya, dari dulu hingga hari ini tidak ada investasi lain di Pulau Wawonii selain perusahaan ini. Kehadiran investasi secara langsung mempercepat laju roda perekonomian masyarakat Wawonii. Prokontra adalah hal yang sangat wajar.

Namun, masyarakat disini tidak buta melihat perubahan. Dimulai dari menjamurnya warung-warung, kos-kosan, usaha kue rumahan, pemberdayaan UMKM hasil produk
asli Wawonii, usaha alat bangunan, usaha pengadaan air mineral galon, peningkatan penjualan hasil bumi, ternak, dan laut, hingga peningkatan penggunaan instrumen perbankan, seperti kredit barang dan lain
sebagainya. Betapa besar perputaran uang yang terjadi di Pulau Wawonii ini dan berapa besar lonjakan penerimaan daerah dari hasil investasi ini.

Belum lagi berbicara peran investasi sebagai perpanjangan peran pemerintah. Tak hanya soal pemberdayaan masyarakatnya, tetapi juga dalam percepatan pemenuhan infrastruktur publik seperti perbaikan jembatan, jalan, masjid, dan fasilitas umum lain yang menjadi layak digunakan, tanpa perlu menunggu alur birokrasi yang seringkali lama dan berakhir sebagai janji. Dari sisi lingkungan pun, adanya
perusahaan secara tidak sadar menurunkan secara drastis praktik penggunaan bom ikan dan pembabatan hutan secara liar. Fakta ini terjadi dan ini adalah buah investasi.

Kita tidak boleh hipokrit dan harus sadar, bahwa fakta adanya kesenjangan percepatan pembangunan bagi mereka tinggal di sebuah pulau, dengan mereka yang tinggal di wilayah daratan. Bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga pembangunan kualitas manusianya. Ini bukan tentang diskrimasi wilayah, tapi tentang keterbatasan akses. Sehingga, solusi yang paling masuk akal untuk mengejar ketertinggalan ini adalah keterbukaan, khususnya pada investasi.

Berkaca pada apa yang telah dilakukan oleh investasi perusahaan disini, seharusnya membuka mata jika kehadirannya sebetulnya justru membuka pintu kita dalam mengenalkan Pulau Wawonii ke mata dunia.

Melalui olahan produknya, melalui budayanya, hingga melalui manusianya. Bukankah ini yang kita tuju?

Pahitnya Getah Polemik Pulau Kecil tidak banyak yang tahu, bahwa polemik pertambangan di Raja Ampat ini hanya secuil puncak gunung es dari paradoks UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K). Polemik ini memaksa
kita, masyarakat awam untuk memahami ambiguitas dalam prinsip pemanfaatan pulau kecil. Yang mana, di satu sisi, wilayah ini difungsikan sebagai wilayah konservasi, dan di sisi lainnya, wilayah ini dapat dimanfaatkan demi kemakmuran masyarakat.

Mengacu ke Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023 tentang uji materi UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K), jika dicermati pertimbangan hakim MK, sebenarnya pertambangan di pulau kecil ini masih diperbolehkan selama memenuhi seluruh persyaratan yang tertulis di perundang-undangan.

Tidak ada larangan mutlak soal kegiatan pertambangan atau kegiatan non-prioritas lain yang tercantum dalam UU PWP3K tersebut. Terbukti, dari langkah pemerintah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) 4 dari 5 perusahaan di Raja Ampat karena dinilai melanggar hukum dan lingkungan. Sedangkan, 1 IUP lainnya, yakni PT GAG yang juga
beroperasi di pulau kecil, masih diizinkan berjalan karena kelengkapan izin dan ketaatan lingkungannya.

Ini menegaskan bahwa pertambangan di pulau kecil diperbolehkan sepanjang memenuhi persyaratan sesuai yang termaktub dalam UU PWP3K.

Oleh karena itu, pemerintah harus sangat bijak menangani permasalahan ini. Semua stakeholder harus bersedia untuk duduk bersama dan bicara tanpa ego sektoral tentang kondisi hari ini, serta masa depan wilayah pulau-pulau kecil. Situasi ini meredefinisi ancaman itu sendiri yang tak bisa serta merta muncul dari hadirnya investor, khususnya industri pertambangan. Namun, kehilangan kesempatan untuk berkembang maju sebagai sebuah wilayah yang mandiri juga adalah ancaman nyata bagi kami yang tinggal pulau kecil.

Sebagai masyarakat kepulauan, kami masyarakat Wawonii juga ingin bisa menikmati kekayaan sumber daya yang kami punya dan meyakini pemerintah akan berlaku tegas dan adil dalam melakukan penjagaan atas pemanfaatannya. Sehingga, ke depan, tak ada lagi kekhawatiran tentang masa depan anak cucu kita nanti. Disinilah fungsi pemerintah melalui mekanisme perizinan dan pengawasan harus bersama-sama kita kawal.

Oleh: Andiman S.M M.E.K (Penulis adalah seorang pemuda asli Pulau Wawonii, Desa Roko-Roko. Alumnus Sarjana Ekonomi Universitas Haluoleo, Kendari dan Pasca-Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta).

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *