Oyisultra.com, KONAWE UTARA — Sebuah ikhtiar mulia tengah dirajut di Teluk Lasolo, Kabupaten Konawe Utara (Konut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sultra bergerak menata alur perlintasan kapal-kapal tongkang yang melintasi kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Lasolo.
Kebijakan ini lahir dari niat tulus untuk merangkul dan mengatur, bukan melarang. Tujuannya, agar denyut pembangunan tetap berjalan seiring dengan lestarinya alam.
Menurut Kepala BKSDA Sultra, Sakrianto Djawie SP M.Si, penataan ini adalah jembatan untuk memitigasi dampak negatif dari aktivitas pertambangan. “Kami ingin alur ini teratur, sehingga dampak buruk seperti pencemaran dan rusaknya ekosistem laut bisa kita antisipasi. Jangan sampai harmoni di dalam kawasan ini terusik,” kata Sukrianto dengan nada penuh harapan.
Ia menambahkan, kapal-kapal akan diarahkan pada jalur khusus yang telah ditentukan, dengan kedalaman laut mencapai 200 hingga 300 meter. Hal ini, imbuhnya, memastikan dampak terhadap terumbu karang akan sangat kecil, bahkan nyaris tiada.
Kontribusi Perusahaan, Napas Keberlanjutan
Guna memperkuat komitmen ini, BKSDA Sultra menggandeng perusahaan-perusahaan pertambangan melalui skema Perjanjian Kerjasama (PKS). Perjanjian ini bagaikan sebuah janji, di mana perusahaan berikrar untuk berkontribusi dalam tiga pilar utama:
* Kelestarian Lingkungan: Perusahaan turut serta dalam merehabilitasi terumbu karang, menjaganya agar tetap lestari.
* Pemberdayaan Masyarakat: Memberikan uluran tangan dan kontribusi nyata bagi kesejahteraan masyarakat yang hidup di sekitar Teluk Lasolo.
* Keamanan Kawasan: Bersama-sama melakukan patroli, menjaga kawasan ini dari ancaman.
“PKS ini menjadi tali pengikat selama lima tahun, dengan program kerja yang diperbarui setiap tahunnya,” jelasnya.
Hingga kini, dari 28 perusahaan yang melintas, 15 di antaranya telah menjalin kerjasama. Pihak BKSDA pun berharap 13 perusahaan lainnya segera menyusul, agar Teluk Lasolo menjadi rumah yang aman dan lestari bagi seluruh penghuninya.
Menilik Persoalan Utama: Jejak Sedimentasi dari Daratan
Namun, di balik upaya penataan yang apik, tersembunyi persoalan lain yang tak kalah mendesak. Kepala BKSDA Sultra menyoroti aktivitas pertambangan di darat yang tak terkelola dengan baik.
“Inilah yang harus kita soroti lebih dalam,” tegasnya. Aktivitas tersebut, katanya, menjadi biang keladi sedimentasi masif yang mengalir ke teluk.
Dampaknya sungguh nyata, banyak terumbu karang yang rusak dan mata pencaharian masyarakat, seperti budidaya rumput laut, menjadi terancam. “Kita harus benar-benar mengantisipasi agar dampak dari daratan ini tidak merusak kawasan TWA Laut Teluk Lasolo,” pungkasnya, menutup perbincangan dengan sebuah seruan untuk menjaga keseimbangan.