Wa Ode Umaya Latief Soroti Ketidaknetralan MKNW Sultra dalam Perkara Dugaan Pemalsuan Akta Perusahaan

Oyisultra.com, KENDARI – Kasus dugaan pemalsuan akta perubahan anggaran dasar PT Graha Raditya Realtor kini memasuki babak baru yang memicu sorotan tajam dari, Wa Ode Umaya Latief selaku pelapor. Ia menyoroti adanya indikasi kuat ketidaknetralan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW) Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam proses penanganan kasus tersebut.

Penolakan berulang kali dari MKNW terhadap permohonan izin pemeriksaan terhadap Notaris, Achmad Yani Kalimuddin SH tanpa alasan hukum yang jelas, menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas lembaga tersebut.

Lebih memperkuat kecurigaan, barang bukti utama berupa minuta akta asli yang krusial dalam pembuktian kasus ini dilaporkan hilang. Hal ini terungkap setelah dilakukan penggeledahan di kantor notaris, namun penyidik tidak berhasil menemukan dokumen penting tersebut.

“Saya hanya menuntut keadilan. Mengapa izin pemeriksaan ditolak tanpa alasan yang jelas? Dan bagaimana mungkin dokumen resmi seperti minuta akta bisa hilang dari kantor notaris? Ini bukan sekadar kelalaian,” ujar Wa Ode Umaya Latief, Kamis (6/2/2025).

Dugaan Pemalsuan yang Mengubah Hak Kepemilikan Saham

Kasus ini bermula saat Wa Ode Umaya Latief, yang merupakan salah satu pemegang saham PT Graha Raditya Realtor, menemukan bahwa namanya telah dihapus dari daftar pemegang saham tanpa sepengetahuannya.

Setelah ditelusuri, perubahan tersebut didasarkan pada Akta Perubahan No. 11 tertanggal 21 Januari 2016, yang diduga memuat tanda tangan palsu atas namanya.

Wa Ode menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang menjadi dasar pembuatan akta tersebut dan tidak pernah menandatangani dokumen tersebut. Fakta ini kemudian menjadi dasar pelaporan ke Polda Sulawesi Tenggara pada 15 Juli 2020, dengan tuduhan pelanggaran Pasal 263 KUHP (pemalsuan dokumen) dan Pasal 374 KUHP (penggelapan dalam jabatan).

“Saya tidak pernah terlibat dalam RUPS itu. Semua ini dilakukan tanpa sepengetahuan saya. Ada yang mencoba mengambil hak saya secara ilegal,” tambahnya.

Hambatan di Level MKNW: Dugaan Keberpihakan?

Proses hukum yang dijalankan mengalami hambatan serius setelah MKNW berulang kali menolak permohonan izin pemeriksaan terhadap Notaris Achmad Yani Kalimuddin SH. Penolakan ini dilakukan tanpa memberikan alasan hukum yang transparan, menimbulkan dugaan kuat adanya keberpihakan atau intervensi dalam proses hukum.

“Mengapa MKNW seolah-olah melindungi notaris ini? Bukankah seharusnya mereka menjadi bagian dari sistem yang mengawasi integritas profesi, bukan malah menghalangi kebenaran?” tanya Wa Ode dengan nada penuh kekecewaan.

Hilangnya Barang Bukti Utama: Tanda Tanya Besar

Penyidik Polda Sulawesi Tenggara telah melakukan penggeledahan di kantor Notaris Achmad Yani Kalimuddin SH untuk mencari minuta akta asli, yang menjadi barang bukti kunci dalam kasus ini. Namun, dokumen penting tersebut tidak ditemukan.

Kehilangan minuta akta yang seharusnya disimpan dengan aman sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menimbulkan dugaan adanya upaya sistematis untuk menghilangkan barang bukti yang dapat menghambat proses hukum.

“Ini bukan sekadar dokumen hilang. Ini adalah bagian dari upaya menghapus jejak. Minuta akta adalah dokumen resmi yang seharusnya tidak mungkin hilang begitu saja. Ada yang harus bertanggung jawab,” tegas Wa Ode Umaya Latief.

Tuntutan Wa Ode Umaya Latief: Tegakkan Transparansi dan Keadilan

Dalam menghadapi situasi ini, Wa Ode Umaya Latief menyampaikan sejumlah tuntutan yang jelas dan tegas:

1. MKNW harus menjelaskan secara transparan alasan penolakan izin pemeriksaan terhadap Notaris Achmad Yani Kalimuddin, S.H.

2. Kementerian Hukum dan HAM diminta untuk mengawasi kinerja MKNW dan memastikan tidak ada intervensi dalam proses hukum.

3. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Ombudsman RI diminta untuk mengawasi jalannya proses hukum ini secara objektif.

4. Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu, termasuk jika ada pihak yang terbukti menghambat proses hukum, baik di tingkat notaris maupun lembaga pengawas.

“Saya percaya pada hukum. Tapi keadilan tidak akan tercapai jika ada yang bermain di balik layar. Ini bukan hanya tentang saya, ini tentang bagaimana hukum harus berdiri tegak di negeri ini,” tegas Wa Ode Umaya Latief.

Potensi Tindak Pidana Lanjutan: Menghilangkan Barang Bukti

Hilangnya minuta akta asli membuka potensi dugaan baru terkait tindak pidana menghilangkan barang bukti. Berdasarkan Pasal 221 KUHP, setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan atau menghilangkan barang bukti yang relevan untuk proses hukum dapat dikenakan sanksi pidana.

Minuta akta asli adalah dokumen vital dalam membuktikan dugaan pemalsuan. Ketidakhadirannya tanpa penjelasan yang wajar dapat dianggap sebagai bagian dari upaya menghalangi proses penyidikan (obstruction of justice).

Pesan Terakhir: Hukum Tidak Boleh Tunduk pada Kekuasaan

Kasus dugaan pemalsuan akta PT Graha Raditya Realtor menjadi ujian serius bagi integritas sistem hukum di Indonesia. Publik kini menanti, apakah hukum benar-benar berdiri tegak di atas kebenaran, atau justru terhambat oleh kepentingan tersembunyi di balik meja birokrasi.

“Keadilan tidak bisa dicapai jika kebenaran terus ditutupi. Saya minta MKNW dan semua pihak terkait untuk menunjukkan bahwa mereka berdiri di sisi kebenaran, bukan melindungi pelanggaran,” tutup Wa Ode Umaya Latief.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *